Kanker Stadium Empat Sembuh Tanpa Operasi


PrayNama Saya Ginny Awuy. Saya bekerja sebagai HRD di Rimo Department
Store. Saya tinggal bersama anak saya, Steve, karena sudah lama
suami saya meninggalkan kami berdua bersama WIL-nya (wanita idaman
lain). Tahun 1996, secara tidak sengaja ketika meraba bagian
payudara sebelah kiri, saya mendapati benjolan sebesar kacang merah.
Karena saya banyak membaca perihal tentang kanker payudara, saya pun
menaruh curiga atas gejala ini, sekalipun kekhawatiran itu belum
terlalu menyergap perasaan saya. Waktu terus berlalu, benjolan itu
tidak juga kempes, malah sebaliknya, semakin membesar menjadi
seukuran bola bekel. Tentu saja melihat gejala ini saya semakin
khawatir. Mulailah saya mengambil waktu khusus di rumah selama 1
jam setiap hari untuk berdoa.
Benjolan di payudara saya semakin membesar. Bahkan, benjolan itu
semakin banyak, ada yang besar ada yang kecil, pokoknya tidak
beraturan, menyebar membentuk seperti kembang kol. Selain itu,
kanker ini ternyata cukup memengaruhi stamina saya. Untuk berjalan
dari tempat parkir ke toko, atau dari satu lantai ke lantai
berikutnya, rasanya capai sekali; seperti habis lari jauh. Saya
sendiri, karena takut diketahui orang lain, kalau sudah tak kuat
jalan, saya hanya terdiam mencari sandaran sambil pura-pura melihat
ke bawah. Keadaan ini terus memburuk, tapi saya tidak putus asa.
Saya tetap berdoa dan bekerja walau stamina saya semakin merosot.
Sudah setahun penderitaan mendera, tapi tidak seorang pun yang saya
beritahu. Steve pun tidak, sebab saya khawatir kalau dia sampai
tahu, studinya akan terganggu. Maklumlah, kuliah Steve sudah berada
di semester akhir. Selain itu, alasan mengapa saya tidak
menceritakan penyakit saya ini kepada orang lain karena solusinya
pastilah dokter — operasi. Padahal untuk operasi jelas kondisi
keuangan saya sangat tidak memungkinkan. Tabungan saya hanya 2,5
juta. Uang sejumlah ini rencananya untuk membayar biaya kuliah dan
wisuda Steve. Karena menyadari situasinya seperti ini, kepada Tuhan
pun saya sepertinya mendesak, “Tuhan, pokoknya Tuhan harus sembuhkan
saya tanpa operasi!”
Pertengahan Desember 1997, ketika akan pulang kerja, tempat parkir
ramai sekali. Karena saya mengendarai mobil sendiri, maka cukup
banyak tenaga yang harus saya keluarkan untuk menggerakkan
persneling. Sampai di rumah, karena saya merasa di bagian payudara
yang sakit ada cairan, saya segera masuk kamar dan membuka baju.
Betapa kagetnya, ternyata cairan yang keluar itu darah. Waktu itu
pukul 20.00 WIB. Steve ada di rumah. Karena saya takut ia tahu, maka
saya segera masuk kamar mandi. Betapa semakin terkejutnya saya
karena darah langsung menyembur melalui tiga lubang yang ada di
payudara saya. Darah mancur begitu derasnya. Rasanya sakit sekali,
tapi saya tidak berani berteriak. Saya hanya berdoa dengan kata-kata
yang diulang-ulang, “Darah Yesus, hentikan pendarahan saya!” Saya
khawatir kalau pendarahan itu tidak berhenti hingga membuat saya
pingsan, pasti situasi jadi kacau. Karena saya cukup lama di kamar
mandi, Steve pun mulai curiga. Dari luar ia menyapa, “Ma, kok lama
amat sih, di kamar mandi?”
“Sebentar,” jawab saya.
Waktu Steve memanggil, darah mulai berhenti, tinggal menetes-netes
saja. Sambil tetap duduk, saya arahkan “shower” ke tembok yang penuh
darah dengan harapan Steve tidak curiga dengan apa yang terjadi.
Karena saya lemas dan tidak kuat berdiri, saya minta tolong kepada
Steve untuk membuatkan teh manis. Dalam tempo yang tidak terlalu
lama, Steve sudah menyiapkan teh manis dan segera mengetuk pintu
kamar mandi. Ketika pintu saya buka, Steve nampak kaget melihat
bercak-bercak darah yang menempel di tembok. Setelah menutup pintu,
karena takut banyak gerak dan khawatir darah keluar lagi, maka saya
cepat duduk. Teh langsung saya minum dan hal ini membuat tubuh saya
sedikit lebih segar. Saya lalu pakai kimono dan berusaha sedapat
mungkin untuk membuat kain kimono itu tidak menempel di payudara.
Saya pelan-pelan keluar dari kamar mandi dan langsung berbaring di
tempat tidur. Di pembaringan ini, sekalipun tidak banyak, darah
kembali keluar. Steve duduk di pinggir tempat tidur dengan wajah
yang sangat sedih sambil mengamati tangan saya mengelap darah yang
keluar dengan tissue. Saya lalu bercerita pada Steve secara
kronologis tentang penyakit saya.
Kira-kira pukul 02.00 dini hari, rasa sakit itu kambuh lagi. Padahal
sebelumnya saya sudah minum Ponstan 4 dan Beralgin 2. Sakit itu
begitu luar biasa, sampai-sampai untuk menahan sakit, sprei tempat
tidur saya yang dijepit peniti, saya tarik hingga robek. Karena
sakitnya tidak tertahankan, saya memanggil Steve, “Steve, ayo ke
sini, Mama sudah nggak tahan. Ayo kita berdoa karena Mama merasa
sakit sekali.” Waktu itu saya merintih, “Tuhan tolong, saya sudah
tak kuat lagi. Saya sudah tak sanggup lagi.”
Sungguh ajaib, selesai berdoa, sakit itu langsung reda. Ketika saya
jatuh sakit, sambil menyelesaikan tugas akhirnya, Steve sudah
bekerja di sebuah kantor. Mungkin karena bingung bagaimana mengatur
studi, kerja, dan tanggung jawab untuk merawat saya, usai berdoa
Steve nampak bingung. Untuk memecahkan kebekuan ini, saya bilang,
“Steve kamu besok tetap saja kuliah dan bekerja. Yang penting
‘handphone’ kamu nyalakan terus. Nanti kalau ada apa-apa, Mama akan
hubungi.” Steve pun setuju.
Besoknya Steve berangkat kerja seperti biasa. Setelah Steve pergi,
saya telepon adik saya, Endang, yang bekerja sebagai suster di RS
Fatmawati. Saya menceritakan semua yang telah saya alami, termasuk
kapan kanker itu mulai saya temukan hingga pecah secara mengerikan
semalam. Hari itu juga saya dibawa ke RS Fatmawati. Sementara itu,
Endang menghubungi adik saya yang lain yang ada di Bandung, orang
tua saya yang di Amerika, termasuk bos saya di kantor. Setelah
mereka tahu, keluarga, orang di kantor, semua panik. Mereka terkejut
dan menyatakan rasa herannya karena baru mengetahui penyakit saya.
Tiba di rumah sakit, saya langsung dibawa ke UGD. Usai diperiksa,
hari itu juga saya diopname. Selama dirawat ini, saya selalu
mendengarkan lagu-lagu rohani, membaca buku-buku rohani, dan saya
merasa dikuatkan saat membaca buku “Mukjizat Terjadi Bila Anda
Berdoa”. Di RS, saya dibiobsi dan menggunakan kursi roda karena
kondisi saya sangat lemah. Luka di payudara saya sangat besar dan
sering mengeluarkan darah. Karena keadaannya seperti ini, yang bisa
mengganti kasa yang melekat di luka saya hanya Endang. Suster lain
sudah gemetaran lebih dulu sehingga saya tak yakin kalau dia bakal
berhasil.
Selesai Berdoa Ada Aliran Hangat Di Dada
Setelah dirawat beberapa hari, kondisi saya tak juga membaik. Bahkan
dokter mengatakan pada adik saya, bahwa percuma saja saya dioperasi
sebab menurut hasil pemeriksaan, kanker sudah menjalar ke tulang dan
paru-paru, hanya bagian paru-paru kanan saja yang belum kena. Karena
kondisinya demikian, maka perawatan yang diberikan hanya sekadar
untuk memperbaiki gizi saya. Waktu itu dokter sudah memperkirakan
bahwa kondisi saya akan menurun, menurun, dan meninggal. Kepada adik
saya dokter juga bilang, “Tinggal menunggu harinya saja karena itu
senangkanlah hati kakak kamu.”
Hari itu hari Sabtu. Seperti biasa, sambil menunggu jadwal visitasi
dokter, saya terus mendengarkan lagu-lagu rohani dan membaca buku.
Suatu kali, di buku yang saya baca, dikisahkan ada seorang Bapak
yang sembuh dari sakit jantung selepas berdoa minta jantung yang
baru kepada Tuhan. Pengalaman Bapak ini kemudian saya adopsi. Sebab,
keadaan yang dialami si Bapak mirip benar dengan apa yang saya
alami. Saya kemudian membaca Alkitab dan mulai berdoa, “Tuhan, saya
tahu artinya kanker. Namun Tuhan, saya tahu juga bahwa Tuhan sanggup
sembuhkan saya. Tuhan, gantilah semua organ tubuh saya yang rusak
dengan organ yang baru. Demi nama Tuhan Yesus Kristus, saya sudah
disembuhkan!” Begitu saya mengucapkan “amin”, saya yakin benar bahwa
Tuhan sudah sembuhkan saya 100 persen. Walau benjolan masih ada dan
luka masih menganga, saya yakin Tuhan telah menjawab doa saya.
Tiba-tiba saya merasa di bagian dada saya ada getaran hangat yang
mengalir. Saya gemetaran dan saya langsung menangis tersedu-sedu.
Saya sudah tidak malu lagi menangis di hadapan orang lain. Seketika
itu juga saya mengatakan, “Terima kasih Yesus. Terima kasih Tuhan
sebab Engkau sudah jawab doa saya.”
Pukul 09.00, dokter yang memeriksa saya tiba. Pukul 11.00, dengan
memakai kursi roda, saya dites lagi di USG. Setelah beberapa hari
kemudian, hasil pemeriksanaan keluar dan dinyatakan: tidak ditemukan
lagi kanker di tubuh saya! Mungkin karena tidak percaya, saya
diperiksa lagi secara lebih teliti. Saya menjalani USG termasuk di
bagian perut saya dan hasilnya bagus. Lalu dilakukan “bone scanning”
dari ujung kaki sampai kepala dan hasilnya di luar dugaan: tak ada
kanker lagi di tubuh saya. Dokter tidak percaya, lalu dilakukan
“scanning” ulang dengan alat yang lebih canggih dan hasilnya tetap
sama. Berita ini kemudian saya sampaikan kepada teman saya, Silvia.
Silvia adalah salah satu dari banyak orang yang sangat setia
membesuk saya, membantu, dan juga menceritakan keadaan saya kepada
orang lain. “Astra,” demikian ujar Silvia dengan menyebut nama
panggilan saya waktu kecil, “ini sungguh karya Tuhan Yesus. Tuhan
Yesus sungguh luar biasa!” Ketika saya memberitahukan hal ini kepada
bos saya dan istrinya, mereka juga mengatakan hal yang senada, “Wah,
ini benar-benar pekerjaan Tuhan. Sungguh hebat, luar biasa!”
Teman-teman lain yang mendengar berita ini semuanya bersyukur dan
terharu.
Setelah dokter yakin benar bahwa kanker itu sudah tidak ada lagi,
saya tinggal menjalani penyinaran sebanyak tiga puluh kali. Akhirnya
saya diizinkan meninggalkan RS setelah dirawat selama kurang lebih
sebulan. Yang tak kalah menakjubkannya, sekalipun saya dirawat di
kamar ber-AC dengan biaya yang tentunya tak sedikit, ternyata Tuhan
secara ajaib juga telah menyediakan biayanya. Keluar dari RS, dokter
tetap menyarankan agar saya menjalani kemoterapi dan minum obat
kanker seumur hidup. Anjuran dokter ini saya lakukan hingga kurang
lebih 8 bulan lamanya. Suatu ketika, pada bulan Agustus 1988, saya
diajak Silvia, untuk mengikuti KKR Kesembuhan Ilahi yang diadakan di
Gedung Menara Era, Senen, Jakarta Pusat. Waktu itu pembicara KKR
mengatakan, “Mengapa Tuhan tidak bekerja secara luar biasa?
Jawabnya, karena pikiran kita selalu meragukan pekerjaan Tuhan.
Karena itu, bila kita ingin mendapatkan kesembuhan ilahi, kita harus
percaya, kita harus beriman 100 persen bahwa Tuhan sanggup
menyembuhkan.”
Setelah khotbah usai, dalam sesi tantangan, akhirnya saya berdoa dan
mengambil keputusan: “Sejak malam ini saya tidak akan lagi minum
obat kanker dan saya tidak mau dikemoterapi. Tuhan, terima kasih,
Engkau sudah menyembuhkan saya secara total. Amin.” Malam itu bagi
saya menjadi malam bersejarah kedua atas penyakit kanker saya. Saya
mengimani bahwa Tuhan Yesus sudah melakukan mukjizat penyembuhan
atas kanker saya secara sempurna. Dan benar, sejak saat itu,
sekalipun saya tidak minum obat kanker dan tidak menjalani
kemoterapi, tapi sakit saya tak pernah kambuh alias 100 persen
sembuh total hingga sekarang.
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buku: 10 Mukjizat yang Terjadi pada Orang Biasa
Penulis: Ginny Awuy
Penerbit: CBN Indonesia, Jakarta 2001
Halaman: 17 — 25

Kesaksian Dominggus.K Diselamatkan Dari Kematian

TUHAN YESUS TELAH BANGKITKAN SAYA DARI KEMATIAN
Image98Kesaksian hidup dari Dominggus K, salah satu mahasiswa STT Doulos yang sempat mati diparang para penyerang, namun hidup kembali setelah bertemu Yesus.
“Sebab sama seperti Bapa membangkitkan orang-orang mati dan menghidupkannya, demikian juga Anak menghidupkan barangsiapa yang dikehendaki-Nya.”
Yohanes 5:21
Saudara-saudara yang dikasihi oleh Tuhan, dalam kesempatan ini saya akan bersaksi tentang peristiwa kematian dan kehidupan yang saya alami pada tanggal 15 Desember 1999. peristiwa ini juga merupakan suatu tragedy bagi yayasan Doulos, Jakarta dimana STT Doulos ada di dalamnya dan saya adalah mahasiswa yang tinggal di asrama. Sebelum penyerangan dan pembakaran Yayasan Doulos tanggal 15 Desember itu, beberapa kali saya mendapat mimpi-mimpi sebagai berikut:

1. Minggu, 12 Desember 1999, saya bertemu dengan Tuhan Yesus dan malaikat, saya terkejut dan bangun lalu berdoa selesai saya tidur kembali.
2. Senin, 13 Desember 1999, saya bermimpi lagi, dengan mimpi yang sama.
3. Selasa, 14 Desember 1999, dalam mimpi saya bertemu dengan seorang pendeta pada suatu ibadah KKR, isi khotbah yang disampaikan mengenai akhir zaman, adanya penganiayaan dan
pembantaian.
4. Rabu, 15 Desember 1999, kurang lebih pukul 08.00 pagi, saya mendapatkan huruf “M” dengan darah di bawah kulit pada telapak tangan kanan saya. Dalam kebingungan dan sambil bertanyatanya dalam hati, apakah saya akan mati? Saya bertanya kepada teman-teman dan pendapat mereka adalah bahwa kita akan memasuki millennium yang baru. Walaupun pendapat mereka demikian saya tetap merasa tidak tenang serta gelisah karena dalam pikiran saya huruf “M” adalah mati, bahwa saya akan mengalami kematian. Saya hanya bisa berdoa dan membuka Alkitab. Sekitar pukul 15.00 saya membaca firman Tuhan dari Kitab Yeremia 33:3 “Berserulah kepada-Ku, maka Aku akan menjawab Engkau.” Dan pada pukul 18.00, tanda huruf “M” di telapak tangan saya sudah hilang.
Kampus dan Asrama Mahasiswa Doulos Diserang
Pada malam hari tanggal 15 Desember 1999, kegiatan berlangsung biasa di dalam asrama kampus STT Doulos. Sebagian mahasiswa ada sedang belajar, yang lain memasak di dapur dan ada pula yang sedang berdoa. Saya sendiri sedang berbaring di kamar. Kurang lebih jam 21.00 malam itu, saya dibangunkan oleh seorang teman sambil berteriak: “Domi, bangun, kita diserang…!” Saya langsung bangun dalam keadaan panic, saya langsung berlari ke halaman kampus dan melihat sebagian kampus kami yang telah terbakar. Saat itu saya berkata kepada Tuhan: “Tuhan, saya mau lari kemana? Tuhan, kalau saya lari lewat pintu gerbang depan pasti saya dibacok.”
Doulos 1Sementara pikiran saya bertambah kalut ketika teringat akan tanda huruf “M” yang diberikan pada tangan saya. “Tuhan, apakah saya akan mati?” Saya menoleh ke belakang, ada beberapa teman sekamar yang lari menyelamatkan diri masing-masing. Di belakang kampus kami dikelilingi pagar kawat duri setinggi 2 meter, saya tidak bisa melompat keluar dengan cara mengangkat kawat itu. Dengan tangan sedikit terluka akhirnya saya pun dapat keluar.
Kami sudah berada di luar pagar dengan keadaan takut dan gemetar karena di sana terdapat massa atau orang banyak yang tidak dikenal, mereka membawa golok, pentungan, batu dan botol berisi bensin atau Molotov. Kemudian kami berpisah dengan teman-teman, saya tidak tahu apa yang terjadi dengan mereka.
Saya lari menuju kos kakak tingkat semester 10, yang letaknya tidak jauh dari kampus. Sementara saya berlari, saya tetap berdoa kepada Tuhan: “Tuhan berkati saya, ampuni dosa dan kesalahan saya.” Setiba di rumah kos itu, saya mengetuk pintu sebanyak 2 kali tetapi tidak ada yang membukakan pintu.
Ternyata di belakang saya ada 4 teman mahasiswi yang juga lari mengikuti dari belakang. Mereka memanggil saya: “Domi, ikut ke rumah kami,” tetapi saya berkata kepada mereka, “biar saya bersembunyi di sini.” Masih berada di depan rumah kos tersebut, saya berdoa lagi “Oh.. Tuhan, apakah malam ini saya akan mati? Ampuni dosa dan kesalahan saya.”
Ditangkap oleh Massa
Saya mengetuk pintu lagi, tetapi tidak ada orang yang menjawab, saya berdoa kembali: “Tuhan.. ini hari terakhir untuk saya hidup.” Terdengar suara massa yang semakin mendekat kepada saya. Mereka berkata: “Itu mahasiswa Doulos, tangkap dia!” Ada juga yang berteriak: “Bantai dia, tembak!” Seketika itu saya ditangkap dan saya hanya bisa berserah
kepada Tuhan sambil berkata: “Tuhan saya sudah di tangan mereka, saya tidak bisa lari lagi.”
Kemudian tangan saya diikat ke belakang dan mata saya ditutup dengan kain putih. Saya tetap berdoa dalam keadaan takut dan gemetar: “Tuhan ampuni dosa saya, pada saat ini Engkau pasti di samping saya.” Tiba-tiba ada suara terdengar oleh saya entah dari mana, yang berkata: “Jangan takut, Aku menyertai engkau, Akulah Tuhan Allahmu.” Setelah mendengar suara itu, rasa ketakutan dan kegentaran hilang, karena saya sudah pasrahkan kepada Tuhan.
Penganiayaan dan Kematian
Doulos 2Mereka membawa saya ke tempat yang gelap, saya dipukuli dan ditendang. Saya dihadapakan dengan massa yang jumlah orangnya lebih banyak, saat itu mereka ragu, apakah saya mahasiswa Doulos atau warga sekitarnya. Sebagian massa ada yang terus mendesak untuk memotong dan membunuh saya.
Saya berdoa lagi: “Tuhan, fisik saya kecil, kalau saya mati, saya yakin masuk sorga. Saat ini saya serahkan nyawa saya ke dalam tangan kasih-Mu, ampunilah mereka.” Saat itu kepala saya dipukul dari belakang dan terjatuh di atas batu, saya tidak sadar akan apa yang terjadi lagi.
Roh Saya Keluar Dari Tubuh
Kemudian … roh saya terangkat keluar dari tubuh saya, roh saya berbentuk seperti orang yang sedang start lari atau sedang jongkok, lalu lurus seperti orang yang berenang kemudian berdiri. Roh saya melihat badan saya dan berkata: “Kok badan saya tinggal” (sebanyak dua kali). Roh saya berdiri tidak menyentuh tanah dan tidak tahu mau berjalan kemana, karena di sekeliling saya gelap gulita, kurang lebih lima detik, roh saya berkata: “Mau ke mana?”
Lima Malaikat Datang Menjemput SayaSaat itu ada lima malaikat datang kepada saya, dua berada di sebelah kiri, dua di sebelah kanan dan satu malaikat berada di depan saya. Tempat yang tadinya gelap gulita telah berubah menjadi terang dan saya sudah tidak dapat melihat badan saya lagi. Roh saya dibawa oleh malaikat-malaikat tersebut menuju jalan yang lurus, dan pada ujung jalan itu sempit seperti lubang jarum. Roh saya berkata: “Badan saya tidak dapat masuk.” Tetapi malaikat yang di depan saya bisa masuk, lalu roh saya berkata lagi: “Badan rohani saya kecil pasti bia masuk.” Kemudian roh saya masuk melalui lubang jarum tersebut.
“Kemudian matilah orang miskin itu, lalu dibawa oleh malaikat-malaikat
ke pangkuan Abraham.” Lukas 16:22
Berada di Dalam Firdaus
Saat itu saya sudah berada di dalam sebuah halaman yang luas. Halaman itu sangat luas, indah dan tidak ada apa-apa. Roh saya berkata: “Kalau ada halaman pasti ada rumahnya.” Tiba-tiba saat itu ada rumah, saya dibawa masuk ke dalam rumah tersebut dan bertemu dengan banyak orang di kamar pertama. Roh saya berkata: “Ini orang-orang yang percaya kepada Yesus Kristus, mereka ditempatkan di sini.” Mereka sedang bernyanyi, bertepuk tangan, ada yang berdiri, ada yang duduk dan ada yang meniup sangkakala.
“Di rumah Bapaku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu.” Yohanes 14:2
Dibawa ke Ruangan Selanjutnya
Saya dibawa oleh malaikat-malaikat ke kamar selanjutnya atau kedua, sama dengan kamar yang pertama, hanya disini roh saya melihat orang-orang dengan wajah yang sama dan postur tubuh yang sama. Kemudian saya dibawa lagi ke kamar yang ketiga, yang sama dengan kamar yang pertama. Dan roh saya berkata: “Ini orang-orang yang percaya kepada Yesus Kristus, ditempatkan di sini.” Lalu roh saya dibawa ke kamar yang keempat yaitu kamar yang terakhir, pada saat ini saya hanya sendiri, tidak disertai oleh malaikat-malaikat tadi. Kamar itu kosong, lalu roh saya berkata: “Ini penghakiman terakhir, saya masuk sorga atau neraka.”
“Karena sekarang telah tiba saatnya penghakiman dimulai, dan pada rumah Eloim sendiri yang harus pertama-tama dihakimi. Dan jika penghakiman itu dimulai pada kita, bagaimanakah kesudahannya dengan mereka yang tidak percaya pada Injil Eloim? Dan jika orang benar hampir-hampir tidak diselamatkan, apakah yang akan terjadi dengan orang fasik
dan orang berdosa?” 1 Petrus 4:17-18
Bertemu dengan Tuhan Yesus
Kemudian roh saya berjalan tiga sampai empat langkah, di depan saya ada sinar atau cahaya yang sangat terang seperti matahari, maka roh saya tidak dapat menatap. Saya menutup mata dan terdengar suara: “Berlutut!” Seketika itu roh saya berlutut, terlihat sebuah kitab terbuka dan dari dalamnya keluar tulisan yang masuk ke mata saya yang masih tertutup, tulisan timbul dan hilang terus menerus, roh saya berkata: “Tuhan…! ini perbuatan saya minggu lalu, bulan lau, tahun lalu. Saya melakukan yang jahat dan saya tidak pernah mengaku dosa pribadi, sehingga Engkau mencatatnya di sini.”
“Tuhan…! Saya ingin seperti saudara-saudara di kamar pertama, yang selalu memuji dan memuliakan Engkau. Tuhan…! Saya tahu Engkau mati di atas kayu salib untuk menebus dosa saya, saya rindu seperti saudara-saudara yang berada di kamar pertama, kedua dan ketiga yang selalu memuji-muji Engkau.”
Sesudah itu tulisan yang keluar dari kitab itu hilang, buku menjadi bersih tanpa tulisan, kemudian buku itu hilang dan sinar yang terang itupun hilang dan ada suara berkata: “Pulang! Belum saatnya untuk melayani Aku.”
Saya melihat-lihat dari mana arah suara itu datang, saya melihat ada seorang di samping kanan. Orang tersebut badan-Nya seperti manusia, rambut hingga ke lehernya bersinar terang. Jubah-Nya putih hingga menutupi kedua tangan-Nya dan bawah jubah-Nya menutupi kaki-Nya. Ia menunggangi seekor kuda putih dengan tali les yang putih. Lalu roh saya berkata: “Ini Tuhan Yesus, Dia seperti saya, Dia Elohim yang hidup.”
“Lalu aku melihat sorga terbuka; sesungguhnya, ada seekor kuda putih dan Ia yang menungganginya bernama: “Yang Setia dan Yang Benar” Ia menghakimi dan berperang dengan adil.” Wahyu 19:11
Kemudian Tuhan Yesus tidak nampak lagi dan seketika itu roh saya dibawa pulang ke dalam tubuh saya. Saat itu juga ada nafas, ada pikiran dan saya berpikir, tadi saya bersama dengan Tuhan Yesus. Setelah itu saya mencoba beberapa kali untuk bangun dan mengangkat kepala, tetapi tidak bisa, terasa sakit sekali, saya baru sadar bahwa leher saya telah dipotong dan hampir putus, kemudian saya dibuang ke semak-semak dengan ditutupi daun pisang. Saya merasa haus, lalu menggerakkan tangan mengambil darah tiga tetes dan menjilatnya, lalu badan saya mulai bergerak.
Saya berdoa: “Tuhan, lewat peristiwa ini saya telah bertemu dengan Engkau, dan Engkau memberikan nafas dan kekuatan yang baru sehingga aku hidup kembali, tapi Tuhan, Engkau gerakkan orang supaya ada yang membawa saya ke rumah sakit.”
Tuhan menjawab doa saya, malam itu ada orang yang mendekati saya dengan memakai lampu senter, lalu bertanya: “Kamu dari mana?” Saya tidak bisa menjawab, karena saya tidak dapat berbicara lewat mulut, tidak ada suara yang keluar, hanya hembusan nafas yang melalui luka-luka menganga pada leher. Kemudian orang tersebut memanggil polisi.
Puji Tuhan! Dikira sudah meninggal tetapi masih hidup. Mereka mengira saya sudah meninggal, mereka mengangkat dan membawa saya ke jalan raya. Kemudian polisi mencari identitas atau KTP saya, ternyata tidak ditemukan. Tanpa identitas, mereka bermaksud membawa saya ke sebuah rumah sakit lain, tetapi saya ingat kembali akan suara Tuhan dan takhta-Nya di sorga, ternyata ada kekuatan baru dari Tuhan Yesus yang memampukan saya dapat berbicara. Tiba-tiba saya berkata: “Nama saya Dominggus, umur saya 20 tahun, semester III, tinggal di asrama Doulos, saya berasal dari Timor.”
Orang-orang yang sedang melihat dan mendengar saya, berkata: “Wah, dia dipotong dari jam berapa? Sekarang sudah jam 02.30 pagi, tapi dia masih hidup.”
Perjalanan ke Rumah Sakit UKI
Kemudian mereka memasukkan saya ke dalam mobil dan meletakkan saya di bawah. Saya tetap mengingat peristiwa ketika Tuhan Yesus dianiaya. Sementara mobil meluncur dengan kecepatan tinggi, saat melewati jalan berlubang atau tidak rata mobilpun berguncang dan saya merasa sangat sakit sekali pada luka di leher. Saya katakan kepada Tuhan: “Tuhan, apakah saya dapat bertahan di dalam mobil ini? Tuhan ketika Engkau di atas kayu salib, Engkau meminum cuka dan empedu, tetapi saya menjilat darah saya sendiri karena tidak ada orang yang menjagai saya.”
Saya membuka mata, ternyata memang tidak ada seorangpun yang menjagai saya, hanya seorang supir. Tetapi saya melihat beberapa malaikat berjubah putih menjaga dan mengelilingi saya. Saya katakan: “Tuhan ini malaikat-malaikat pelindung saya, mereka setia menjagai.”
Saya harus berdoa agar tetap kuat.
Perawatan di Rumah Sakit
Doulos3Setiba di rumah sakit, suara saya dapat normal kembali. Saya dapat berbicara dan bertanya kepada perawat: “Bapak saya mana?” Perawat RS bertanya kepada saya: “Bapakmu siapa?” Saya jawab: “Bapak Ruyandi Hutasoit.” Ketika Bpk. Ruyandi menemui saya, ia berkata: “Dominggus.. leher kamu putus!” Jawab saya: “Bapak doakan saya, sebab saya tidak
akan mati, saya telah bertemu dengan Tuhan Yesus.” Lalu Bpk. Ruyandi mendoakan dan menumpangkan tangan atas saya.
Setelah itu saya mendapat perawatan, seorang dokter ahli saraf hanya menjahit kulit leher saya, karena luka bacokan sudah menembus sampai ke tulang belakang leher, sehingga cairan otak mengalir keluar, saluran nafas dan banyak saraf yang putus. Kemudian saya dirawat tiga hari di ruangan ICU dan selama perawatan saya tidak diberikan transfusi darah.
Doulos 4Pendapat dokter pada saat itu adalah bahwa saya akan mati dan saya tidak diharapkan hidup, mengingat cairan otak yang telah keluar dan infeksi yang terjadi pada otak, yang semua itu akan menimbulkan cacat seumur hidup.
Mukjizat Kesembuhan Terjadi
Tanggal 19 Desember 1999 dengan panas badan 40°C dan seluruh wajah yang bengkak karena infeksi, saya dipindahkan keluar dari ruang ICU, dikarenakan ada pasien lain yang sangat memerlukan dan masih mempunyai harapan hidup yang lebih besar daripada saya.
Pada malam hari, roh saya kembali keluar untuk kedua kali dari tubuh saya, roh saya melihat suasana kamar dimana saya dirawat dan kemudian roh saya berjalan sejauh kurang lebih dua atau tiga kilometer dalam suasana terang di sekeliling saya. Tiba-tiba ada suara terdengar oleh saya: “Pulang..pulang…!”
Doulos 5Seketika itu juga, roh saya kembali ke dalam tubuh saya, suhu tubuh menjadi normal dan tidak ada lagi infeksi. Kemudian terdengar bunyi seperti orang menekukkan jari-jari pada leher saya, lalu otot, tulang, saluran nafas dan saraf-saraf tersambung dalam sekejab mata, saya merasa tidak sakit dan dapat menggerakkan leher. Sesudah itu saya diberi minum dan makan bubur. Saya sudah hidup kembali, dengan kesehatan yang sangat baik.
Puji Tuhan!


 Berita ini dari majalah ini

Lolos Dari Kerusuhan Sampit

Disadur dari salib.net

Pemuda ini adalah seorang guru agama, sebut saja namanya Nur, tinggal 17 km dari Sampit, Kalimantan Tengah. Dia adalah seorang pendatang dari sebuah pulau di Jawa Timur. Pada waktu itu dia sangat benci orang Kristen. Dia sering mengerjai orang-orang yang akan berangkat beribadah pada hari Minggu. Lubang-lubang got dibuka dan ditutupi dengan rumput kering atau jerami, sehingga orang yang menginjak lubang itu akan terperosok, memar-memar, keseleo, atau bisa-bisa patah tulang.

Kalau melihat orang-orang celaka yang terjebak lubang sehingga tidak jadi beribadah, ia dan teman-temannya sangat puas dan senang sekali. Tidak jarang ia dan teman-teman mengumpulkan batu-batu dan mereka melempari gedung-gedung gereja. Saking fanatiknya, apabila ia tanpa sengaja berkunjung ke rumah seorang kristen, maka ia akan mandi kembang di rumah untuk menyucikan diri.

Nur ini rupanya ingin belajar gitar. Di desa itu ada seorang pria yang mahir sekali bermain dan mengajarkan gitar. Ia berguru gitar sekitar sebulan lamanya dan ia juga mengenal puteri gurunya, Eva. Selama belajar gitar di rumah gurunya, Nur tak menduga bahwa keluarga Eva adalah orang Kristen, karena di rumah itu tak ada tanda salib, atau kalender kristiani yang memuat gambar Tuhan Yesus.


Pada suatu hari Eva, puteri gurunya, mengajak ngobrol serius. Setelah berbasa-basi ngalor ngidul, Eva memberanikan diri bilang, "Mas, saya ini senang sama mas Nur. Eva cinta sama sampean." Nur kaget sekali mendengar pengakuan polos dan spontan dari gadis Dayak ini. Nur tersanjung. Wah, selama ini tak ada gadis yang berani lebih dahulu menyatakan cinta kepada dirinya. Namun, karena gengsi, Nur cuma berkata, "Yah,lihat nanti deh..." Dia tidak berani menanggapi cinta Eva karena ia belum mengenal gadis manis ini.


Beberapa hari kemudian Nur bertemu dengan seorang gadis, yang rupanya adalah kenalan Eva juga. Mereka mengobrol, dan Nur yang ingin kenal Eva lebih lanjut bilang kepada gadis teman Eva ini, "Gimana ya kalo Eva naksir saya?" Temannya kaget, "Lho, 'kan kalian beda agama?" Nur juga kaget karena baru tahu bahwa Eva adalah orang Kristen. Padahal selama ini ia sangat fanatik dan tidak mau berkunjung ke rumah mereka.


Pada kesempatan berikutnya Nur latihan main gitar lagi. Eva juga mencoba mendekati Nur. Ia mencoba meyakinkan Nur bahwa cintanya itu sungguh-sungguh, sehingga ia bilang, "Mas, kalau saya harus meninggalkan iman saya, saya rela asal bisa bersatu dengan mas Nur..." Dengan perkataan Eva ini, Nur mulai luluh hatinya karena ia juga mulai jatuh cinta pada gadis berkulit kuning langsat ini.


Akhirnya mereka menikah di depan penghulu. Eva menyatakan diri memeluk agama suaminya. Mereka membina rumah tangga yang baru dengan penuh harapan dan impian sepasang kekasih yang dimabuk asmara. Namun kebahagiaan dan bulan madu itu tidaklah berlangsung lama, karena pada suatu hari Nur memergoki Eva menyenandungkan lagu kristiani dan membaca Alkitab.


Nur marah sekali. Nur merasa ditipu. Eva dihajar. Eva dipukuli. Eva ditendangi. Wajah Eva berdarah-darah, sekujur tubuhnya memar. Lehernya sampai kaku dihajar Nur, sehingga kalau Eva mau menengok, ia harus menggerakkan seluruh tubuhnya. Pada hari pertama Nur menghajar Eva dari pukul 12 siang sampai pukul 12 malam. Tiada hari tanpa siksaan. Nur ingin membakar Alkitab yang dibaca Eva, tapi Eva mempertahankan buku itu. Eva bilang, "Eva boleh dihajar, Eva boleh dipukuli, tapi jangan bakar Alkitab ini. Eva boleh disiksa, tapi jangan pisahkan Eva dari Tuhan Yesus. Eva boleh diapain aja, tapi jangan ceraikan Eva...." Eva memang rela membayar harga apapun untuk mempertahankan imannya.


Hari-hari Eva dilalui dalam siksaan dan layaknya rumah tangga itu seperti neraka. Selama 11 bulan kemudian Eva harus menanggung amarah dan kebencian Nur yang merasa tertipu Eva. Keadaan itu berlangsung terus hingga suatu hari di tahun 2001 terjadi kerusuhan etnis di Sampit dan seluruh Kalimantan Selatan. Apa yang terjadi setelah itu?


Kerusuhan Sampit dan di Kalimantan Tengah pada tahun 2001 merupakan kerusuhan yang paling sadis di dunia. Mayat-mayat tanpa kepala berserakan di jalan-jalan. Kepala-kepala manusia diperlakukan tidak manusiawi, ditancapkan di pagar, dijadikan tontonan. Banyak tengkorak kepala sudah tidak ada otaknya lagi karena bagian itu dimakan orang-orang yang sudah kerasukan iblis. Kengerian menyebar kemana-mana, khususnya bagi saudara-saudara suku pendatang tertentu.


Nur yang menikahi gadis Dayak tetap terancam jiwanya, karena keluarga Dayak inipun tidak dapat melindungi Nur dari ancaman suku Dayak yang baru turun dari gunung dan hutan belantara. Rupanya suku Dayak itu beraneka ragam, ada clan atau keluarga-keluarga yang berbeda-beda. Orang-orang sesama suku Nur dari pulau di Jawa Timur itu sudah pada mati dibantai. Yang dibantai bukan hanya pria dewasa, tetapi kakek-kakek, perempuan, anak-anak, bayi-bayi. Bau kematian ada dimana-mana.


Nur minta tolong kepada isterinya, sebagai sesama orang Dayak, apakah dapat menolong Nur? Eva katakan, "Kami tidak dapat menolong mas, yang dapat menolong hanya Tuhan Yesus!" Kalau dalam keadaan normal, perkataan isterinya itu pasti mengundang amuk dan amarah Nur. Tapi pada saat itu Nur sudah ketakutan sekali. Kematian nampaknya sudah di depan mata. Tinggal menunggu giliran saja. Bahkan orang-orang Dayak keluarga Eva menganjurkan Nur untuk memakai mandau (pedang) mereka. Artinya, kalau Nur diserang, daripada tidak membela diri sama sekali, lebih baik bertahan atau menyerang dengan mandau itu. Tapi Nur tidak tertarik dengan ide ini.


Orang Dayak dari pedalaman mempunyai keistimewaan tertentu. Kalau hidung mereka sudah diolesi minyak tertentu yang sudah diberi mantera, maka mereka dapat mengendus dan melacak orang-orang dari suku seberang yang diburu mereka dari jarak 500 meter. Nur sebagai orang seberang yang sedang diburu tidak dapat bersembunyi. Pasti keberadaan Nur mudah dilacak mereka.


Pada suatu pagi ada pengumuman dari aparat negara (TNI) yang mengumumkan bahwa pagi itu akan ada pengungsian terakhir dari desa itu ke Sampit. Empat anggota TNI akan mengawal mereka menempuh jarak 17 km ke Sampit. Mereka semua harus tiarap di bak truk untuk menghindari serangan dalam bentuk tembakan sumpit. Di Kalimantan, kalau ada orang disumpit, tergores sedikit saja, tidak usah tembus ke jantung, maka racun dari sumpit itu akan cepat bekerja dan membunuhnya.


Dalam keadaan tergesa-gesa Nur mengajak anak dan isterinya untuk pergi mengungsi. Isterinya menolak. Nur tidak berdaya. Ia merasa dibiarkan sendirian. Dengan segera Nur hendak pergi, tapi ia ingat bahwa ia belum membawa bekal pakaian atau makanan. Ia meminta Eva, isterinya, menyiapkan segala keperluannya. "Ini, mas! Semua kebutuhan mas ada di dalam tas ini!" kata Eva sembari menyodorkan sebuah tas tenteng kecil. Dalam keadaan darurat dan sangat menegangkan, tanpa berpikir panjang Nur segera meraih tas kecil itu lalu meninggalkan anak dan isteri yang dicintainya di desa itu.


Di dalam truk itu ada sekitar 20 orang pengungsi yang berasal dari suku yang sama dengan Nur, yang menjadi korban dan incaran suku setempat. Ada diantara mereka sepasang suami isteri yang membawa seorang bayi. Aparat TNI mengingatkan mereka semua agar tidak memunculkan kepala atau anggota badan, semua harus tiarap selama perjalanan karena bisa-bisa tembakan sumpit mengenai mereka dan fatal akibatnya.


Di tengah jalan truk itu dicegat ratusan orang Dayak yang baru keluar dari hutan. Anggota TNI mengatakan, "Jangan ganggu, pengungsi ini sudah menyerah, mau diungsikan!" "Tidak bisa, kami belum dapat jatah makan orang!" "Jangan ganggu, nanti kami tembak!"


Orang-orang Dayak itu kebal dari tembakan senjata api. Mereka tidak takut, mereka maju merangsek mengepung truk itu. "Berhenti!" kata anggota TNI yang gagah berani itu yang siap menembakkan senapannya.


Gedebuk! Itu bunyi sesosok tubuh yang jatuh. Bukan orang Dayak yang jatuh, tapi anggota TNI itu jatuh, mati disumpit. Tiga anggota TNI yang lain segera lari tunggang langgang meninggalkan truk itu, lari ke hutan. Para pengungsi ditinggalkan. Para pengungsi yang berjumlah 20 orang, termasuk Nur, menunggu apa yang akan terjadi. Kematian sudah di depan mata. Orang-orang itu mengepung truk, mereka mengitari truk itu sambil meneriakkan pekik peperangan. Mereka mengelilingi truk itu dengan kepastian bahwa mereka pasti akan membantai habis semua orang yang ada di bak truk itu. Mereka menikmati ketegangan yang dialami korban mereka.


Sepasang suami isteri itu mulai gelisah sekali. Isterinya berkata, "Mas, ayo kita lari ke luar! Kalau kita lari, masih ada kesempatan. Kalaupun mati, kita sudah berusaha, tidak pasrah dipenggal di sini. Ayo!" Isterinya secepat kilat bangkit, hendak turun dari bak truk itu. Secepat itu pula berkelebat mandau menebas leher perempuan itu. Kepala perempuan ini jatuh menggelinding di bak truk, lehernya memancarkan darah kemana-mana. Suaminya juga bangkit hendak melarikan diri. Kali ini sebatang tombak menembus dadanya, mati seketika. Lalu bayi yang digendongnya diambil. Para pengungsi ini mengira orang-orang ini akan berbelas kasihan kepada bayi yang tak berdaya. Namun apa yang terjadi? Bayi itu dilempar keatas setingggi-tingginya dan dibiarkan jatuh membentur tanah atau bebatuan. Kepala bayi yang masih lembut itu pecah berantakan.


Semua pengungsi berdoa menurut keyakinan agama mereka. Semua tegang. Semua ketakutan. Semua menunggu nasib. Nur tiarap di pojokkan bak truk, tak berdaya. Ia juga tak dapat berdoa. Mulutnya terkunci melihat pemandangan mengerikan di depan mereka. Kematian tinggal selangkah di depan hidungnya. Satu persatu pengungsi dipenggal. Satu per satu otak mereka dimakan. Banjir darah ada di truk itu. Nur tinggal menunggu giliran.


Nur sangat ketakutan sekali. Ia lihat teman-teman sedaerahnya satu per satu dibunuh. Mereka berdoa dengan sungguh-sungguh menurut keyakinan mereka. Apakah ia harus mengaku orang Kristen yang kawin dengan orang Dayak agar diselamatkan? Nur tidak mau murtad. Nur tidak mau mengingkari imannya. Lagi pula tak ada jaminan, kalau ia mengaku Kristen dan kawin dengan orang Dayak, tidak akan dipenggal lehernya. Orang-orang Dayak yang dihadapinya saat ini lain dengan orang Dayak yang sudah bersosialisasi dengan peradaban modern. Mereka yang ada di hadapannya adalah orang-orang yang baru keluar hutan, yang tidak peduli soal-soal agama.


Pada saat terpojok itu Nur sepertinya mendengar suatu suara di hatinya. "Tuhan Yesus itu hidup." Nur ingat apa yang dikatakan isterinya, "Mas, kalau mas kesulitan dan tidak berdaya, minta tolonglah kepada Tuhan Yesus. Ia adalah Pembuat Mukjizat. Ia memberi jalan keluar di saat tiada jalan. Ia senang melakukan perkara-perkara yang mustahil!" Nur melihat, meskipun teman-temannya sudah berdoa menurut keyakinan mereka, mereka tidak tertolong. Kalau Nur berdoa yang sama, pasti nasibnya akan sama seperti teman-temannya. Ia mulai berdoa sesuai dengan nasihat isterinya, namun ia tidak mau memanggil 'Tuhan Yesus!". Ia berdoa begini, "Tuhannya isteri saya! Engkau adalah Tuhan yang membuat mukjizat, Engkau senang melakukan perkara-perkara mustahil. Tolong saya! Kalau Engkau benar-benar Tuhan, selamatkan saya!"


Tiba-tiba, hati Nur diliputi dengan damai sejahtera yang melampaui segala akal. Ia tenang sekali. Badannya terasa ringan. Badannya terasa ada yang menyelimuti. Ia bangkit. Tak ada tebasan mandau memotong lehernya, padahal orang-orang Dayak masih mengepung truk itu. Ia dengan tenang turun dari truk, berjalan ke arah hutan. Ia tergesa-gesa lari. Ajaib sekali, tak ada seorangpun dari mereka yang melihat kehadirannya. Ia seperti hilang dari pandangan mereka. Dari kejauhan tampak tiga orang Dayak berlari ke arahnya. Wah, gawat!


Di jalan setapak menuju hutan itu dikiri kanannya dilalui sungai kecil. Ia cepat-cepat menceburkan diri ke sungai yang di sebelah kiri. Ia menyelam untuk beberapa saat. Ketika ia tak tahan menahan nafas, ia menyembulkan kepalanya sedikit. Ia melihat dari jarak yang cukup jauh, ketiga orang Dayak itu rupanya menemukan teman sesukunya di sungai sebelahnya. Mereka memotong-motong orang itu di depan matanya. Tragis sekali. Mengerikan sekali. Lalu ketiga orang itu berlalu, menuju truk tadi. Nur menunggu sampai semua orang-orang Dayak itu pergi.


Nur berfikir, "Kalaupun aku lolos dari mereka sekarang, bagaimana caranya pergi dengan selamat ke Sampit?" Perjalanan masih sekitar delapan kilometer lagi. Kalau ia berjalan kaki, di sepanjang jalan itu bahaya mengancam dimana-mana. Kalau ia lewat hutan, sama saja, bahaya juga ada di sana. Akhirnya Nur memutuskan untuk berdoa lagi. "Tuhannya isteri saya, Engkau adalah Tuhan yang senang melakukan perkara-perkara mustahil. Saat ini mustahil bagi saya untuk pergi dan sampai di Sampit dengan selamat. Bagi-Mu tidak ada yang mustahil. Tolong saya!"


Nur keluar dari sungai itu setelah keadaan sepi. Ia menuju jalan raya. Bekas-bekas keganasan orang-orang Dayak itu masih ada di sana. Mayat-mayat tanpa kepala bergelimpangan. Darah berceceran di mana-mana. Bau amis dan bau anyir memenuhi udara di sana. Namun di hati Nur sekarang sudah ada damai. Hatinya dikuasai damai yang datang dari tempat mahatinggi. Begitu ia menjejakkan kaki di jalan raya, dari kejauhan tampak sebuah truk TNI melintas di tempat itu. Nur melambaikan tangan, minta tumpangan. Truk itu berhenti.


"Pengungsi?" "Ya, pak!" "Ayo, naik cepat!" Nur sangat bersyukur kepada Tuhannya Eva. Untuk kedua kalinya ia ditolong dan diselamatkan Tuhannya Eva. Akhirnya Nur dan teman-teman di truk itu sampai dengan selamat di Sampit. Apakah perjalanan Nur sudah aman?


Ternyata kehidupan di tempat pengungsian Sampit tidaklah aman. Ada orang-orang sesukunya yang sudah tinggal di pengungsian ini diculik, diserang, dan menderita kelaparan. Pada saat kerusuhan semua toko, warung, restoran, warung nasi tutup. Bahan makanan menjadi sangat mahal. Satu dus mie instan dan satu dus air mineral harus ditukar dengan satu buah sepeda motor! Tiga dus mie instan dan tiga dus air mineral berani ditukar dengan satu mobil minibus! Mereka punya uang, tapi tidak ada barang. Semua orang berpikir bagaimana untuk bertahan hidup. Uang sepertinya tiada arti lagi kalau mereka mati kelaparan.


Nur ingat, sebelum berangkat isterinya membekali dirinya dengan satu tas kecil. Ia berharap isterinya ingat memasukkan makanan ke dalam tas itu. Dengan gemetar karena lapar ia membuka tas kecil itu. Astaga! Ia marah dan kecewa berat karena di dalam tas itu ia hanya mendapati satu buah Alkitab! Ia ingat Eva, isterinya, berkata, "Apa yang mas butuhkan ada di dalam tas ini!" Apaan? Tak ada makanan di tas ini. Tak ada pakaian di tas ini. Sekarang ia membutuhkan makanan, minuman, dan pakaian. Gimana sih?


Dalam keadaan lapar dan mendongkol di Pengungsian Sampit, Nur berdoa lagi. “Tuhannya isteri saya, Engkau adalah Tuhan yang senang melakukan perkara-perkara mustahil! Saat ini saya kelaparan dan kehausan. Kalau Engkau benar-benar Tuhan, tolong saya!” Setelah berdoa, hatinya tenang lagi. Di hatinya penuh damai, walaupun perutnya lapar.


“Eh, Nur! Nur! Sampean kemana saja? Saya cari-cari kemana-mana, gak tahunya ada di sini!” demikian kata-kata dari seseorang. Ternyata orang itu adalah teman lamanya, teman satu daerah. Mereka ngobrol mengisahkan perjalanan masing-masing, betapa bersyukurnya mereka. Tapi Nur tidak cerita-cerita tentang mukjizat yang diterima dari Tuhannya Eva, Tuhan isterinya, kepada teman lama ini.


“Nur, ayo makan, ayo minum nih!” kata temannya sambil mengulurkan makanan kering dan botol air mineral. Nur, kaget sekali. Di tempat pengungsian yang langka bahan makanan dan minuman ini ia mendapatkan makanan dan minuman yang tak terduga. Ia makan dan minum sepuasnya. Padahal ia tidak mempunyai uang sepeserpun. Juga tidak ada bekal makanan dan minuman, namun ia dipelihara sempurna tangan kasih-Nya. Ia tidak kekurangan sesuatu apapun. Sejak ia berdoa kepada Tuhannya Eva, Tuhan isterinya, ia menerima mukjizat demi mukjizat.


Hari itu juga diumumkan bahwa nanti malamnya akan diberangkatkan para pengungsi ke pelabuhan untuk dipulangkan ke Jawa Timur dengan kapal TNI AL – Teluk Ende. Karena kapal itu hanya memuat 3000 orang penumpang, maka para pengungsi yang jumlahnya ribuan di tempat itu berebutan menaiki truk-truk yang akan membawa mereka keluar dari neraka kerusuhan ini. Yang ada di situ sekitar 7000 orang pengungsi, rombongan malam ini hanya berangkat 3000 orang. Semua orang ingin diberangkatkan malam ini. Semua orang mencari selamat sendiri-sendiri. Mereka berebutan menaiki truk. Namun Nur tenang saja. Di hatinya ada damai yang tidak pernah dirasakan sebelumnya. Ia tidak panik. Ia tidak khawatir. Orang-orang berebutan, ia tinggal tenang. Orang-orang memenuhi truk itu sehingga bak truk sepenuhnya tertutup tubuh orang-orang yang bergelayutan.


Nur berdiri melihat-lihat saja. Ia berdoa lagi di dalam hati. “Tuhannya isteri saya, Engkau adalah Tuhan yang senang melakukan mukjizat, senang melakukan perkara-perkara mustahil. Bagi saya mustahil mendapatkan angkutan ke pelabuhan, tapi bagi Engkau tidak ada yang mustahil. Kalau Engkau benar-benar Tuhan, tolong saya!” Ketika ia masih di situ melintaslah sebuah truk yang kosong. “Eh, Nur! Nur!” Terdengar teriakan dari dalam truk. Nur mendekat ke arah truk itu. Dilihatnya penumpang dan sopir truk itu. Ternyata di dalamnya ada adik ayahnya dan saudara-saudara lain. “Ayo, naik!”


Nur tidak perlu berdesak-desakkan naik truk menuju pelabuhan. Di sepanjang jalan yang dilalui, Nur melihat banyak teman-teman sedaerahnya yang menumpang truk di depannya berjatuhan, mati disumpit penembak gelap. Mereka yang berjejalan dan bergelayutan di bak truk itu menjadi sasaran empuk sumpit-sumpit beracun dan banyak jatuh korban di sepanjang jalan menuju ke pelabuhan.


Akhirnya Nur dan saudara-saudaranya selamat sampai di pelabuhan. Di dermaga tampak kapal Teluk Ende sedang menaikkan para penumpang yang berebutan. Begitu mereka tiba, pintu kapal ditutup karena jumlah 3000 orang sudah terpenuhi. Banyak orang-orang yang tidak dapat terangkut malam itu harus kembali lagi ke camp pengungsian.


Nur melihat pemandangan yang sangat memilukan. Seorang ibu meminta dengan sangat kepada penjaga yang akan menutup pintu kapal agar ia diizinkan naik. Ibu itu menangis meraung-raung karena suami dan anak-anaknya sudah naik, tapi dirinya sendiri ketinggalan. Petugas tetap berkeras melarang ibu ini naik. Meskipun ibu ini bersimpuh dan memohon-mohon, petugas kapal dengan tegas menolak permintaan ibu ini.


Saat itu juga Nur iba. Ia berdoa, “Tuhannya isteri saya, kalau Engkau memang benar-benar Tuhan, izinkan ibu ini naik, juga kami yang tertinggal boleh naik.” Sementara itu tambang kapal mulai dilepas dan pintu sudah ditutup.


Jika mereka pulang kembali ke camp pengungsian, jiwa mereka belum tentu selamat. Di perjalanan bahaya maut mengintai setiap saat. Kalau ada penghadangan, aparat militer sekalipun tidak dapat melindungi mereka. Andaikan mereka selamat sampai di camp lagi, mereka juga belum tentu selamat, karena di camp sering terjadi penculikan dan pembunuhan secara gerilya.


Tiba-tiba dari dalam kapal terdengar pengumuman, “Semua pengungsi yang ada di dermaga boleh naik kapal. Segera!” Pintu kapalpun dibuka kembali. Ibu yang tadi menangis meraung-raung segera melompat ke jembatan yang menghubungkan dermaga dengan kapal Teluk Ende. Nur dan kerabatnyapun masuk kapal dengan tenang. Doanya sekali lagi dijawab Tuhan secara ajaib.


Saat ini Nur berkeliling menyaksikan keajaiban yang dialaminya bersama Tuhan. Ia sudah percaya kepada Tuhan Yesus Kristus. Ia belum menceritakan bagaimana pertobatannya dan bagaimana ia diadili di kampung halamannya karena iman kepada Tuhan Yesus. Saat ini ia telah berkumpul kembali dengan keluarganya di Sampit.


Setelah Nur menceritakan kesaksiannya, Eva – isterinya, menyanyikan lagu “Mukjizat Itu Nyata” dengan merdu dan penuh penghayatan karena mereka mengalami sendiri betapa tidak terbatas kuasa Tuhan, semua dapat Dia lakukan, apa yang kelihatan mustahil bagi kita, itu sangat mungkin bagi Tuhan. Di saat Nur dan Eva tidak berdaya, kuasa Tuhan yang sempurna menolong mereka. Ketika Nur berdoa, mukjizat itu nyata. Ketika Nur percaya, mukjizat itu nyata.

Kesaksian Buddhist Wang Ching Tao

KESAKSIAN "BUDDHIST (BUDHA) "WANG CHING TAO" MASUK KRISTEN : " TIGA PULUH SATU LAWAN SATU"
(Diceritakan oleh : Pdt. I.M. Nordmo, Pemberita Injil di Tiongkok Utara)

Si cantik Wang Ching Tao hidupnya sangat berbahagia, ia anak dari seorang petani yang kaya. Lalu ia menikah dengan seorang pemuda yang kaya-raya dan tampan. Keduanya saling mengasihi dan saling membagikan kebahagiaan, benar-benar pasangan yang serasi.

Dari tahun ketahun mereka benar-benar dapat menikmati kebahagiaan bersama, namun nampaknya kebahagiaan ini tak boleh berlangsung terlalu lama. Serangan penyakit melanda Wang, dan sakit Wang bukanlah suatu penyakit yang mudah diobati, melainkan suatu penyakit yang sulit diobati. Seisi rumah berdukacita untuk malapetaka yang menimpa kedua sejoli itu.

Dari dokter sampai ke dukun-dukun terkenal malah sampai ke nujum mereka berusaha mencarikan obat untuk penyembuhan penyakit Wang, namun nampaknya usaha mereka tetap sia-sia. Tak ada perubahan apa-apa yang terjadi dalam diri nyonya muda ini. Sedang kondisi Wang sendiri makin hari makin lemah, seolah-olah tidak ada harapan lagi untuk kesembuhan tubuhnya. Oleh karena itu seorang Biku Budha mendatangi keluarga Wang, dan ketika melihat penyakit Wang semakin parah ia menganjurkan agar Wang semakin menjauhkan diri dari kesukaan dunia, bertarak daging serta menjalankan pelajaran sang Budha dengan benar-benar. Petani yang masih muda ini kini telah kehilangan akal, apapun yang terasa baik ia jalankan menurut keyakinan batinnya juga termasuk usul dari Biku tersebut. Apa saja yang dianggap baik asalkan istrinya yang sangat ia cintai mendapatkan kesembuhan, ia rela menjalankannya.

Maka mulailah istrinya menjalankan kebatinan, sedikit demi sedikit ia masuk ke dalam filsafat agama Budha dan menghampakan diri dari segala keinginan duniawi, bertarak makan terutama daging. Jarang sekali orang mengerti hal Nirwana dan karma yang berbelit-belit itu, namun dalam waktu yang singkat Wang dapat memahaminya. Sedikit demi sedikit ilmunya mulai berkembang sampai pada akhir kalinya iapun harus memutuskan hubungannya dengan suaminya tercinta serta anak-anaknya. Ia ingin menyerahkan diri sepenuhnaya pada sang Budha.

Betapa sedih suami dan anak-anaknya ketika Wang mengambil keputusan semacam itu, berarti mereka tidak lagi dapat berkumpul seperti waktu-waktu sebelumnya. Tak jauh dari rumahnya didirikan pura kecil, sebuah gedung baru khusus didirikan bagi sang Budha. Di tengah-tengah pura itulah didirikan patung dewa-dewa. Sedang patung patung lainnya membentuk lingkaran disekeliling ruangan itu, dan sebuah bilik kecil khusus bagi Wang sendiri. Di situlah ia menjalankan pertapaannya. Dalam bilik itu ada kang yang rendah dan sebuah meja kecil terbuat dari kayu. Sebuah kursi tak bercat semuanya berada dekat dinding sebelah utara, di meja kecil itu ada mangkuk tempat kemenyan.

Ketika semuanya telah siap, mulailah wanita itu menjalankan semedinya kurang lebih selama 10 tahun. Inilah permulaan hidup baru bagi Wang. Satu masa yang dipenuhi dengan perjuangan batin secara berturut-turut. Setiap kali ia menerima tantangan yang hebat, ia yakin ia dapat mengatasi atas bantuan roh sang Budha. Jiwanya terasa sangat lelah,berulangkali ia mengalami stres semacam itu. Segala keinginan hatinya ditekan sampai ia dapat mencapai tujuan yang hebat dan melakukan hal yang luar biasa. Dari tahun ketahun ia duduk bersila diatas kang, dan untuk pertama kalinya ia harus melayani diri sendiri, dalam pembakaran kemenyan, dan menaruh kemenyan ke meja kecil dalam puranya itu dan lain sebagainya.

Setelah beberapa waktu ia menjalankan sendiri, tak beberapa lama kemudian pura kecil itu ternyata bertambah penghuninya. Beberapa orang berkunjung ke Pura kecil itu, lalu beberapa di antara wanita-wanita itu akhirnya mengabdikan diri menjadi murid Wang. Wanita-wanita ini sangat mendambakan kesucian dan kehidupan secara hampa untuk mencapai Nirwana seperti halnya Wang sendiri. Wang mendapat julukan Chy yang suci karena pertapaanya telah mengundang perhatian banyak orang, mereka menyaksikan sendiri betapa khusuknya Chy dalam pertapaannya. Selain julukan di atas ia juga dianggap pimpinan yang keramat, bahkan pura itupun dianggap pura keramat. Kini tugasnya membakar kemenyan dan menyajikannya di meja pura dilaksanakan oleh murid-muridnya. Chy sendiri lebih khusuk bersila dalam pertapaannya dan memberikan filasafat kepada murid-muridnya.

Dua puluh tahun lamanya ia bertapa semacam itu tanpa berbaring sedikitpun. Inilah cara untuk mendapatkan derajat yang tinggi, daging dan lemak tak pernah terselit di antara giginya malah telur ia pantang. Menurut dia makin banyak pantangan makin dekatlah ia pada sang Budha. Caranya ia menyiksa diri, benar-benar sangat menakjubkan. Dari 20 tahun. 17 tahun ia duduk bersila tanpa berbaring tidur sekejabpun. Orang datang dari mana-mana berjiarah ke pura keramat itu. Kemasyuran tersebar diberbagai wilayah, bahkan dari Propinsi ke Propinsi. Nampaknya masyarakat bangga punya orang suci semacam dia.

Saat yang bersamaan Injil pun berkembang ke wilayah Barat yaitu desa Kao Kia Chy kurang lebih 2,5 mil jauhnya dari rumah Wang. Banyak orang menerima ajaran baru dan membakar berhalanya serta menerima Kristus. Diantaranya ada beberapa cucu Wang sendiri. Mereka inilah yang kemudian membawa berita Injil ke rumah keluarga Wang. Kebaktian terus-menerus diadakan, lebih hari lebih banyak yang diselamatkan, orang-orang sakit disembuhkan, dan yang baru sama sekali dibimbing melangkah menuju iman yang baru. Cerita perkembangan Injil inipun sampai ke keluarga Wang.

Kurang lebih dua setengah tahun saat Injil diberitakan di daerah Wang, tiba-tiba Wang terserang sakit yang keras, tujuh hari tujuh malam ia berbaring seperti mayat. Kalau saja ia tidak sedang menggenggam sebuah cermin pastilah ia disangka telah mati, dan pastilah upacara secara besar-besaran diadakan untuk menghormati jenazahnya, seperti biasa dilakukan upacara kematian terhadap orang-orang suci yang telah tiada, upacara air dan angin dan upacara keramat tertentu. Para imam dan murid-murid Wang berkumpul di depan pura kecil dekat bilik Wang, mereka membunyikan genta dan bunyi-bunyian lainnya sambil menghafal mantera. Dan beberapa kertas sembahyang di bakar untuk melunasi hutang yang telah mati atas perintah Yeh Wang ( si Raja Maut).

Inilah yang menentukan siksaan yang harus dijalankan oleh si mati, setelah siksaan selesai barulah manusia dapat menjalani hidup barunya. Namun pada hari ke tujuh tiba-tiba Wang bangkit lagi. Betapa gembiranya murid-murid Wang melihat guru yang dicintai hidup kembali. Mereka menganggap hutang telah terbayar dan telah terlunasi. Bagi Wang sendiri timbul keragu-raguan apa lagi ketika ia merasakan sakit sekali di bagian paha kanannya. "Barang kali pahamu diambil oleh Yeh Wang Chy", kata para pemuka Budha. Pemujaan yang sangat membosankan terpaksa harus diulangi sekali lagi. Ia harus dengan semangat baru.

Kertas-kertas sembahyang diletakkan dalam mangkuk sembahyang sebagi kurban sehingga apinya membumbung keseluruh ruangan. Matera-mantera diucapkan agar hutangnya cepat lunas. Dalam ucapan itu banyak biku Budha yang dirasuk roh-roh setan, mereka lalu mengadakan hubungan dengan dunia roh, udara menjadi pengap oleh bau dupa dan kertas sembahyang.

Penyakit Chy bukannya sembuh malah menjadi-jadi. Para Biku minta nasehat dewa-dewa. Dukun-dukun Prewangan yang telah siuman menyampaikan pesan dewa-dewa. Semua perintah dilaksanakan dengan sangat teliti namun penyakit Wang malah menjadi-jadi. Keluarga Wang berupaya mencari orang-orang pandai di segala penjuru untuk menolong Wang, namun semua usaha tetap sia-sia. Tak ada hasil yang dapat diharapkan. Karena lelahnya Wang sendiri terpaksa berdusta, ia katakan penyakitnya telah berkurang agar orang-orang itu pulang dan tidak terus membuat upacara-upacara yang membisingkan. Sepulang orang-orang itu Wang merasakan sakitnya tak tertahan lagi, ia sungguh-sungguh putus asa.

Seorang murid Wang memberanikan diri menghadap gurunya, "Chy yang mulia, dapatkah Chy memanggil orang Kristen, mereka mempunyai Allah yang dapat menyembuhkan berbagai penyakit, kalau orang Kristen dipanggil saya yakin Chy akan sembuh. Banyak orang sakit sembuh oleh doa-doa mereka." Pemudi itu menatap gurunya dan menunggu dengan harap-harap cemas, maukah gurunya ini menerima usulnya ?

Mata Chy yang sayu menatap muridnya, ia malah ingin mendengar lebih bayak cerita mengenai orang Kristen itu, "Teruskan ceritamu," katanya serak.

"Chy kenal si tukang kayu itu bukan ? Ia telah dikabarkan mati oleh banyak orang, bahkan anaknya yang datang dari jauh pulang khusus untuk menghadiri upacara kematian ayahnya. Namun betapa terkejutnya ia ketika menemukan ayahnya justru segar bugar dan berjalan-jalan di kebunnya."  Pemudi itu diam sebentar menantikan reaksi gurunya, gurunya mengangguk-angguk dan dengan isyarat menyuruh muridnya meneruskan ceritanya.

"Bahkan peti mati pun telah diserahkan kepada keluarganya untuk jenasah Kao, namun yang mati telah bangkit kembali berkat doa-doa yang dinaikkan orang-orang Kristen tersebut. Sekarang Kao dan anak buahnya sibuk mendirikan gedung milik orang kaya di sebelah Utara Gunung itu."

Cerita ini agaknya menyentuh hati Wang, memang muridnya yang satu ini pandai bercerita. Ia kenal siapa yang diceritakan muridnya ini, ia tukang kayu yang dikenal di wilayahnya, dan ia juga sudah mendengar tentang kematian si tukang kayu itu. Dan memang sangat mengherankan kalau sekarang ia hidup kembali.

"Banyak orang sakit yang disembuhkan oleh doa-doa orang Kristen, Chy," kata muridnya Chy. "Pasti Chy lebih banyak tahu dari pada saya ini," katanya pula merendah. "Chy tentunya juga kenal Wang si penderita kanker itu, juga Tai Shin yang lumpuh itu, lalu Ho yang buta itu. Oh, guru yang tercinta, sudilah guru mendengarkan tutur kata anakmu ini". Wang Chy mengangguk tanda setuju, ia kan mencobanya. Maka ia menyampaikan keputusannya pada suaminya.

Mendengar keputusan itu, suaminya segera menyampaikan keputusan ini pada cucunya menjemput ibu Chen agar orang Kristen segera mendoakannya. Sebelum bertobat ibu Chen seorang ahli nujum, nujum ibu Chen terkenal sampai ke wilayah. Undangan itu diterima dengan senang hati oleh ibu Chen, ia lalu pergi dan berlutut di tepi tempat tidur Chy yang tengah sakit. Allah benar-benar menjawab doa ibu Chen, secara ajaib Wang disembuhkan, rasa sakit pada pahanya hilang sama sekali.

Namun tidak semudah itu ia lalu beralih ke agama asing itu. Wang yang sudah puluhan tahun mengabdi pada sang Budha telah terlanjur lelap dalam kebudayaanya. Oleh karena itu tak heran kalau kini ia mulai merasakan kebimbangan yang sangat setelah ia disembuhkan. Apalagi orang mulai ramai membicarakan halnya karena ia mulai berpaling pada Allah asing itu. Mereka merasa malu kalau Wang bersikap semacam itu. Mengapa Wang tidak menghormati dirinya sendiri dan mau saja disembuhkan oleh Allah asing itu? Ini benar-benar merupakan penghinaan bagi dewa-dewa. Oleh karena itu Wang Chy harus meredakan kemarahan dewa-dewa dan mencucikan Pura dengan asap dupa. Oleh desakan anak buahnya Wang sendiri tidak keberatan melaksanakan, ia telah sembuh jadi tak ada lagi urusan dengan Allah asing itu.

Wang lalu menyediakan gulungan kertas sembahyang sebanyak yang diperlukan untuk pencucian puranya. Semua gulungan kertas diletakkan dalam mangkuk di meja persembahan. Pencucian dilaksanakan untuk membendung kemarahan dewa-dewa. Setelah selesai upacara pengikutnya pulang ke rumah meereka masing-masing dengan perasaan lega. Kehormatan mereka dan kehormatan pada Budha telah dipulihkan dan disucikan. Namun Wang sendiri setelah ditinggalkan, tiba-tiba merasakan kecemasan luar biasa. Rasa sakit pada pahanya kambuh lagi. Ia menyesali perbuatannya, mengapa ia begitu bodoh, ia telah menipu Allah orang Kristen. Jelas Allah tidak menghendaki persembahan dan penyembuhan pada berhala, karena hal semacam ini justru melawan Allah.

Sekali lagi Wu Tsung Chen diberi kabar, agar ia sudi datang lagi untuk mendoakan dirinya. Chen tidak menolak, ia datang kembali untuk mendoakan Wang yang sakit. Kasih Allah sangat besar. Allah kembali menjamah Wang. Setelah ia didoakan rasa sakitnya hilang. Namun ketika Chen pulang, murid-muridnya sekali lagi mendesaknya agar ia melakukan penyembahan dewa-dewa. Wang tak bisa menolak permintaan murid-muridnya, ia melaksanakan saja permintaan murid-muridnya. Namun baru saja melaksanakan pemujaan terhadap dewa-dewa rasa sakitnya kembali kambuh, dan rasa sakit yang sekarang nampaknya lebih hebat dari yang sudah-sudah. Wang kini insaf kepada Allah orang Kristen, ini sungguh besar kuasanya dan tak dapat dipermainkan. Ia merasa sangat bodoh, dan dengan rendah hati sekali ia mengundang Chen untuk mendoakannya. Ibu Chen yang merasa dipermainkan tak mau lagi datang. Wang tidak saja mempermainkan dirinya namun ia telah mempermainkan Allahnya dengan nyata-nyata. Oleh karena itu ia menolak mendoakan Wang sekali lagi.

Suami Wang tidak berputus asa, ia segera pergi ke Yaosi mendatangi Penginjil yang bekerja di daerah itu. Penginjil itupun tidak segera melaksanakan permintaan suami Wang, terlebih dahulu ia berdoa minta petunjuk Tuhan, apakah Tuhan Allah yang setiawan itu memperkenankan ia pergi mendoakan Wang. Allah menyuruh si Penginjil menemui, dan menyertakan Chen dalam pelayanan ini. Allah juga menyuruh mereka memberitakan berita keselamatan terlebih dahulu sebelum mereka mendoakan si sakit. Dan undangan untuk mengambil keputusan harus disampaikan dengan jelas.

Penginjil mentaati suara Tuhan, ia datang ke rumah ibu Chen dan mengajak ibu Chen untuk mendoakan Wang, semua perintah Allah mereka laksanakan. Wang ditantang apakah ia mau sembuh dan membuang semua berhalanya ataukah ia akan meneruskan pemujaan yang sia-sia yang terus akan menyiksanya ? Inilah kesempatan terakhir baginya untuk mengambil keputusan. "Allah sangat memperdulikan anak-anak-Nya bahwa sampai hal yang sekecil-kecilnya Allah akan memperhatikan" Ia bersabda : " Barangsiapa mengikut Yesus dan percaya kepada-Nya ia tak akan dikecewakan, Ia sendiri akan menjadi jaminan dalam segala hal. Dan kalau Wang mau berdoa kepada Tuhan Yesus saja, apa yang diminta Wang akan dijawab Tuhan sesuai dengan kehendak-Nya.

Wang mulai memikirkan untung ruginya kalau ia mengikut Yesus. Ia telah punya Pura sendiri, murid-murinya cukup banyak, puluhan tahun ia mengabdikan diri pada sang Budha. Ia tak boleh salah pilih, menghindarkan diri dari pilihan tak mungkin baginya. Allah orang Kristen ini selalu tahu apa isi hatinya, ia tak berani lagi menipu Dia. Kini ia mulai merenungkan berhalanya, bahkan ratusan kertas telah dibakarnya, namun tak sebuah doapun dikabulkan oleh dewa-dewa itu. Beda sekali dengan Allah asing ini, ia tahu apa artinya bila ia memilih Yesus. Juga semua murid-muridnya akan dikembalikan pada kebijaksanaan sang Pencipta. Setelah merenungkan semua itu, akhirnya Chy memilih Yesus.

Mendengar keputusan ini kedua hamba Tuhan ini segera berlutut, mereka memohon belas kasihan Allah untuk Wang dan menyembuhkan penyakit Wang. Allah yang telah mempersiapkan hati wanita Budha ini segera bertindak. Dengan nyata Allah memberikan anugerah-Nya pada Wang. Wang sembuh seketika. Wang terharu oleh jamahan kasih Allah yang tak memandang dosanya. Ia tak mau lagi mengingkari janjinya, ia benar-benar bertobat, ia tak mau lagi mengulangi perbuatannya yang tolol seperti waktu-waktu lalu.

Duapuluh tahun ia telah terikat oleh pemujaan yang sia-sia, tubuhnya disiksa sehingga dimasa tuanya kondisinya sangat lemah. Oleh karena itu tak mungkin lagi ia berjalan. Maka setiap hari Minggu kalau ia ke gereja ia ditandu oleh keluarganya. Dalam sisa tuanya ia mengabdikan diri pada Kristus. Pura yang dulunya berisi gong dan berhala kini berubah menjadi tempat memuji Allah oleh anak-anak Allah. Kuasa dewa-dewa telah dipatahkan, berhala yang jumlahnya 31 buah itu dihancurkan oleh kuasa Tuhan Yesus Juruselamat. Rumah Wang kini dipakai untuk tempat kebaktian, banyak mujizat terjadi justru di rumah itu. Puji-pujian terus berkumandang siang dan malam di rumah itu. Allah benar-benar dipermuliakan.

Sumber : Kesaksian dan pengalaman Pdt. I. M. Nordmo yang telah bertahun-tahun tinggal dan bekerja sebagai Pemberita Injil di Tiongkok Utara, Indonesia di Kalimantan Barat dan Pulau Bangka. Dalam rangka pelayanan Pendeta Nordmo ingin mengungkapkan melalui bukunya ("Roh-Roh Jahat Terusir"), apakah akibatnya bila orang dikuasai Iblis.Dari berbagai pengalamannya Pendeta Nordmo menjelaskan lebih dalam betapa sengsaranya seseorang yang diikat kuasa iblis itu. Namun anugerah Kristus yang penuh Kuasa dan Pengasih senantiasa mengejar orang berdosa, manusia yang mau percaya dan mau menyerahkan dirinya kepada Kasih Kristus secara mutlak mereka akan dibebaskan. (Yayasan Persekutuan Pekabaran Injil Indonesia (YPPII) Departemen Literatur, Jl. Trunojoyo 2 Batu Malang-Jatim )

Kesaksian Bertemu Tuhan Yesus

KESAKSIAN BERTEMU TUHAN YESUS
(Grace Silvanna Wiradjaja)

Bagi orang yang tidak percaya, cerita berikut pasti menjadi sesuatu yang tidak mungkin. Tapi satu hal yang saya imani adalah bahwa hal ini benar-benar terjadi dalam hidup saya.

Tanggal 1-6 Juli 2008 boleh jadi menjadi hari-hari yang sebenarnya tidak pernah menjadi waktu yang begitu saya nanti-nantikan sebelumnya. Bayangkan, bahkan dua hari tepat sebelum saya mengikuti retreat di Lembah Karmel ini, saya sempat bertengkar hebat dengan mama saya. Ya, bisa dibilang, kami sering sekali bertengkar. Kami berdua memiliki luka batin yang akhirnya menyebabkan kami sering berbeda pendapat dan salah paham.


Lembah Karmel, Desa Cikanyere, Cipanas, Puncak

Pada hari pertama, jujur saja, saya sudah tidak memiliki semangat sedikit pun untuk mengikuti retreat. Saya pikir, untuk apa, apa tujuan saya mengikuti retreat ini?

Sejak awal tahun lalu, saya benar-benar mencari seorang sosok Yesus dalam hidup saya. Dalam batin, saya ingin sekali untuk bertemu Yesus, berbicara dengan Yesus secara pribadi. Saya ingin merasakan bagaimana rasanya berada dalam pelukan Yesus.

Sekitar awal tahun 2007 lalu, saya mengikuti adorasi yang diadakan oleh Romo Yohanes Indrakusuma, O.Charm, di Hotel Mulya Jakarta. Hingga sampai adorasi itu selesai, saya seperti sama sekali tidak mendapatkan apa-apa. Saya sama sekali tidak merasakan adanya hadirat Tuhan saat itu. Kecewa, pasti. Tapi saya tidak lantas berhenti untuk terus mencari Tuhan.

Retreat sekolah pada Agustus 2007 ternyata sama saja. Tidak ada yang berubah. Saya tetap menjadi saya biasanya.

Oktober 2007, saya mengikuti acara KRK Imago Dei. Dan lagi-lagi, Tuhan sama sekali seperti tidak memberikan apapun kepada saya. Jujur saja, saat itu saya menjadi sangat kecewa terhadap Tuhan dan bersumpah untuk tidak lagi mencari Tuhan dalam hidup saya. Semalam-malaman itu saya terus menangis. Ke mana Tuhan yang selama ini saya damba-dambakan untuk membuktikan bahwa Ia sungguh ada dan hadir dalam hidup saya?

Sejak saat itu, akhirnya saya hanya berdoa biasa saja (tidak khusyuk). Saya pikir, untuk apa saya berdoa dengan keras, sementara itu Tuhan tidak pernah menunjukkan bahwa diri-Nya benar-benar ada bagi saya? Toh, sepertinya Tuhan juga tidak akan membiarkan diri-Nya untuk datang kepada saya secara khusus dan berbicara layaknya ayah dan anak.

Tapi entah bagaimana, sejak bulan lalu, selalu ada suara hati saya yang meyakinkan saya bahwa saya harus mengikuti retreat ini. Saya tidak tahu bagaimana hal ini dapat terjadi, tapi ternyata sampailah saya pada acara tersebut!

Hari pertama

Bosan, iya. Tidak punya teman, iya. Bingung, pasti!

Saya merasa retreat ini hanya akan membuang waktu saya. "Tidak ada yang akan saya dapat dari sini", kata saya membatin. Malam itu, diadakan sebuah misa pembukaan retreat. Pada saat itu, saya berdoa, "Tuhan, tunjukkan bahwa Engkau sungguh ada. Buktikan bahwa retreat ini sungguh mendatangkan sesuatu untuk Grace, Tuhan. Tapi kalau sampai retreat ini selesai dan Grace tidak merasakan apapun, maaf Tuhan, tapi Grace akan meninggalkan Tuhan."

Setelah berkata demikian, tiba-tiba dalam bayangan saya, saya melihat Tuhan Yesus menangis dan berkata, "Grace, Tuhan sayang sama Grace tanpa syarat." Jujur, waktu itu hati saya langsung hancur dan saya langsung menangis mendengar perkataan Tuhan yang begitu singkat tapi mendalam. Tapi saya tidak berani berkata macam-macam kepada Tuhan, saya hanya berkata, "Baik, Tuhan. Tolong buktikan saja."

"Iya, Grace. Tapi tolong buka hati Grace benar-benar buat Tuhan selama 6 hari ini", jawab Tuhan lagi.

Hari itu juga, tiba-tiba saya dipilih untuk menjadi ketua kelompok retreat, dengan anggota sekitar 20 orang. Saya tidak mengerti apa rencana Tuhan. Ini adalah pertama kalinya saya mengikuti retreat penyembuhan luka batin seperti ini, dan saya masih belum mengetahui apa-apa. Tapi sesuai janji saya kepada Tuhan, saya kemudian menganggap bahwa ini adalah bagian dari rencana Tuhan.

Hari kedua

Saya mengikuti acara adorasi. Saya benar-benar membuka diri sepenuhnya untuk Tuhan. Saya bernyanyi dengan hati, saya berdoa khusyuk. Saya benar-benar membuka hati untuk Tuhan, tanpa memikirkan apa yang akan Tuhan beri bagi saya selama 6 hari itu.

Setelah mendengar para frater dan suster berkata-kata dalam bahasa roh, dalam keadaan duduk bersila, tiba-tiba seluruh badan saya keram. Saat itu, saya benar-benar merasa yakin, bahwa Roh Kudus sungguh sedang menguasai tubuh saya. Tak lama kemudian, seorang frater mendatangi saya dengan membawa tabernakel, tempat tubuh Yesus (hosti) disimpan.

"Tuhan Yesus ingin menyapamu. Apakah kamu dapat berdiri?", tanyanya. Tubuh saya sungguh lemah, tapi demi menjawab sapaan Tuhan Yesus, saya berusaha sekuat tenaga untuk bangkit berdiri.

"Ya, saya mau, frater. Tapi tolong bantu saya berdiri."

Tidak sampai 1 menit kemudian, tubuh saya langsung terhempas lagi ke belakang, terbaring dan mulai kaku pada seluruh tubuh. Frater itu pun kemudian berjalan meninggalkan saya menuju peserta lain.

"Yesus, Yesus, Yesus...", saya terus membatin seperti itu dalam hati saya. Tapi yang keluar dari mulut saya hanyalah kata-kata, "Sess...sesss. .sesss..". Itu adalah pertama kalinya saya mendapat karunia bahasa Roh. Saya tidak dapat mengucapkan kata-kata secara 'indonesiawi' . Semua kata yang keluar seperti sudah ada translator-nya.

Dalam keadaan seperti itu, tiba-tiba lengan saya terangkat sendiri oleh tangan kuat yang kemudian menopang pinggang kiri saya juga.

"Grace, Tuhan akan menjelaskan semuanya."

Ada suara Tuhan Yesus yang dengan sangat jelas terdengar pada telinga saya. Kemudian, Tuhan Yesus menjelaskan kepada saya mengenai segala hal yang terjadi dalam hidup saya, tentang apa maksud Tuhan untuk tidak mengangkat habis seluruh luka batin saya, tentang setiap masalah yang saya miliki, dan yang terpenting tentang mengapa baru saat ini, di saat saya tidak terlalu mengharapkan adanya pelukan Tuhan, Ia malah baru datang dan menyapa saya.

Kata Tuhan demikian, "Grace tahu, semua sudah Tuhan atur. Ini adalah saat yang tepat bagi Tuhan untuk memeluk dan menggendong Grace."

Seluruh tubuh saya sungguh kaku, tidak mampu bergerak. Bukan lemas, bukan lemah, tapi kaku! Tangan-tangan dan kaki kiri saya terjulur ke atas, kaki kiri saya keram hebat, dan semua jari-jari saya saling menyimpul tidak beraturan dan tidak dapat digerakkan sama sekali, meskipun dibantu dengan bantuan orang lain. Semakin saya berusaha berteriak nama Yesus, semakin tubuh saya merasa sakit dan kaku. Tapi saat itu saya sungguh merasa yakin, bahwa itu adalah kuasa Tuhan yang menghampiri saya. Saya merasakan sungguh jari-jari Yesus, pelukan Yesus. Bahkan, saya merasakan bagaimana Yesus mulai menegakkan tubuh saya sendiri! Saya melihat dengan mata saya sendiri, bagaimana itu bentuk tangan Tuhan Yesus!

Tapi anehnya, dalam pertemuan saya dengan Tuhan itu, saya sama sekali tidak dapat mengingat apa saja yang menjadi harapan duniawi saya. Sepintas, saya seperti dibawa Tuhan untuk melihat keadaan di dalam kapel tersebut. Saya melihat bahwa hampir semua orang di sana berdoa dengan khusyuk kepada Tuhan, memohon agar Tuhan menjawab doa-doa mereka.

Saya melihat, bahwa tiap-tiap dari diri mereka kemudian seperti membuat sebuah saluran (pipa) berwarna abu-abu. Pipa-pipa tersebut itu lalu membentuk piramid hingga ke puncak kapel (menuju hadirat Tuhan). Masing-masing peserta menyumbangkan 'pipa-pipa' mereka. Akan tetapi ada juga beberapa peserta yang tidak memiliki pipa yang dapat mencapai puncak kapel. Pada saat itu, satu hal yang saya lakukan adalah berdoa agar Tuhan membantu mereka untuk dapat memperpanjang pipa-pipa mereka hingga dapat mencapai langit-langit kapel itu juga.

Saya bukanlah orang yang sering mendoakan orang lain. Tapi pada saat itu, saya terus-menerus hanya dapat mendoakan orang-orang lain, baik yang saya kenal maupun yang tidak saya kenal sekali pun. Saya mendoakan agar Tuhan menurunkan berkat-Nya secara lebih lagi kepada tiap-tiap dari mereka.

Setelah sekitar 1 jam setelah itu, saya meminta Tuhan untuk benar-benar menggendong saya yang sedang terbaring di lantai. Dengan lembut Tuhan menyelipkan tangan-tanganNya pada pinggang saya. Pinggang kiri saya mulai terangkat. Tapi kemudian tiba-tiba saya merasa bahwa saya terlalu naif untuk mengakui bahwa Tuhan memang sungguh mencintai saya. Saya meminta Tuhan menggendong saya semata-mata hanya karena saya ingin Tuhan menunjukkan kasih-Nya terhadap saya.

Setelah acara adorasi selesai, saya masih dalam keadaan membujur kaku di atas lantai. Saya sungguh takut. Saya ingin membuka mata, tapi bahkan untuk melakukan hal itu saja saya tidak mampu! Beberapa suster dan teman akhirnya mulai mendoakan saya dan berusaha menggerak-gerakkan tubuh saya. Tapi percuma, tubuh saya begitu kaku. Akhirnya, tubuh saya diangkat menggunakan tandu.

Hari ketiga

Sampai pukul 02.00 dini hari, sikut tangan saya masih kaku (900). Pukul 05.00, seluruh badan saya mulai dapat digerakkan kecuali kedua telapak tangan. Pukul 11.00, sikut saya sudah membaik, tapi paha kanan saya malah tidak dapat bergerak. Pukul 15.00, seluruh kaki kanan tidak dapat bergerak.

Malam itu (3 Juli 2008), diadakan pencurahan roh kudus. Setelah didoakan oleh seorang suster, tiba-tiba perut saya merasa sangat amat sakit. Menjalar dari perut bagian kiri hingga ke perut bagian kanan, kemudian menuju ke bagian tulang punggung. Rasanya seperti semua badan sudah mau rontok! Ditambah lagi tiba-tiba kedua kaki saya kembali kaku.

Akhirnya, untuk kedua kalinya, kaki saya tidak dapat bergerak. Kali ini, saya benar-benar tidak bisa berjalan.

Hari keempat

Hingga keesokan harinya, saya masih tidak dapat berjalan. Saya harus dibantu oleh orang lain untuk dapat berjalan (dibopoh). Saya berlatih berjalan sejak pukul 09.00-15.00. Setelah itu, saya terus-menerus dibantu oleh orang lain untuk mengikuti sesi-sesi selanjutnya.

Malam itu, diadakan acara Perayaan Bunda Maria. Karena jaraknya cukup jauh, akhirnya saya dibawa menggunakan mobil untuk mencapai bangunan gereja.
Saya terus-menerus berdoa supaya kaki saya segera dapat kembali berjalan.

Hari kelima

Saya bangun lebih awal dari teman-teman yang lain, untuk berlatih berjalan (sebelum doa rosario tadi malam, ada seorang ibu yang menawarkan terapi jalan dengan menggunakan embun kepada saya). Tapi, seketika itu juga, tanpa saya sadari, ternyata saya sudah dapat mengontrol kedua kaki saya lagi! Saya langsung bangkit dari tempat tidur, dan dengan langkah kaki yang masih sedikit goyah, saya langsung kembali berjalan!

Hampir semua orang tidak mempercayai akan hal itu. Enam ratus peserta ret-ret, dan saya adalah satu-satunya orang yang benar-benar merasakan betapa Tuhan Yesus memeluk saya dengan begitu erat.

Sampai saat ini, saya masih sangat jelas mengingat bagaimana bentuk lekuk tangan Tuhan. Tangan-Nya begitu kuat, besar, begitu mampu menopang segala masalah dan rintangan dalam hidup kita.

Satu hal yang menjadi acuan bagi saya adalah, bahwa Tuhan sungguh-sungguh menyediakan hal terbaik dalam hidup kita. Begitu begitu banyak kekecewaan dan kesakitan, kesedihan yang kita alami dan rasakan dalam hidup. Ketika kita berteriak, "Di mana, Tuhan? Di mana, Tuhan?", mungkin rasanya dalam menunggu jamahan Tuhan adalah sesuatu yang begitu lama dan melelahkan. Tapi, ketika saat itu datang, saat yang sangat kita nanti-nantikan tiba, ketika akhirnya Tuhan menjelaskan segala hal yang terjadi dalam hidup kita, percayalah pada saya, Anda tidak akan dapat melakukan apa pun kecuali mensyukuri setiap berkat Tuhan dalam hidup Anda!

Sewaktu saya terbujur kaku di hari kedua, Tuhan menunjukkan kepada saya 3 lingkaran besar yang menjadi bagian dalam hidup saya. Lingkaran pertama, Tuhan menjelaskan setiap masalah yang saya alami. Lingkaran kedua, mengenai semua kekecewaan yang ada pada hati saya. Dan lingkaran ketiga, mengenai betapa besar kerinduan saya akan kehadiran Tuhan atas saya. Dan Tuhan menjelaskan itu satu per satu! Tuhan mampu menjelaskan semua itu!

Tuhan memperlihatkan kepada saya, seluruh yang terjadi pada saya sejak saya masih dalam kandungan! Tuhan memperlihatkan bagaimana ibu saya merasa sedih karena sikap ayah saya yang kasar ketika saya masih dalam kandungan, Tuhan menunjukkan bagaimana saya dapat lahir, bagaimana saya bertumbuh, terlebih bagaimana Tuhan mencurahkan seluruh berkat dan rahmat-Nya lewat setiap masalah yang Tuhan izinkan masuk dalam hidup saya! Tuhan seperti menunjukkan, "Gini loh, grace, kalau dalam masalah itu tidak ada berkat Tuhan yang kamu terima!". Tuhan menunjukkan bagaimana masalah itu dapat menjadi semakin rumit dan bagaimana masalah itu menjadi seperti yang saya telah alami di mana di dalamnya selalu ada berkat Tuhan, baik sekecil apapun itu kuasa Tuhan yang kita rasakan.

Mungkin kita merasa, di mana sih yang namanya kuasa, berkat Tuhan ketika setiap masalah datang?

Ketika kita sakit panas, pekerjaan kantor kita terbengkalai, dan sebagainya, syukurilah hal-hal positif yang masih Tuhan berikan. Bagaimana jika sakit panas itu kemudian mengakibatkan hal yang lebih buruk daripada itu, kematian misalnya? Bagaimana jika terbengkalainya pekerjaan kantor itu kemudian membuat kita kehilangan segala job kita? Semua pasti ada konsekuensinya, ada hal baik dan buruknya. Tapi Tuhan ternyata masih memberikan berkat-Nya kepada kita semua. Kita masih bisa bernafas bebas selagi ada orang-orang yang untuk bernafas saja harus membeli tabung oksigen. Kita masih bisa makan kenyang, di mana di belahan bumi lain masih banyak orang-orang kelaparan.

Mungkin sempat terlintas dalam benak kalian, apa yang saya minta pada Tuhan lewat perjumpaan singkat saya tersebut. Jawabannya adalah tidak ada. Tidak ada. Mengapa? Ketika Anda dijelaskan dengan sangat mendetail oleh guru Anda mengenai perkalian dan pembagian, apakah Anda masih dapat menawar-nawar bahwa 4x4=7? Hal itulah yang terjadi pada saya. Seketika itu juga tidak ada yang dapat saya proteskan pada Tuhan selain hanya bersyukur, bahwa saya masih memiliki Allah yang begitu luar biasa!

Jangan pernah mengharapkan bahwa masa depan Anda sepenuhnya berada dalam tangan Anda. Ketika saya berdoa, "Tuhan, saya mau apa yang saya rencanakan, bahwa saya akan mendapat beasiswa S2, bahwa saya akan kuliah di Itali, dan sebagainya terjadi!", Tuhan malah menjawab, "Grace, Tuhan punya hal yang jauh lebih besar, jika Grace mau mengikuti rencana Tuhan."

Apa yang bisa kita ambil dari sini? Hiduplah saat ini juga! Jangan mematok harga mati untuk masa depan Anda! Tuhan punya tawaran yang jauh lebih menggiurkan!

Lewat tulisan ini, saya sungguh berharap, agar Anda semua, dapat terus berharap dalam menunggu pemenuhan janji-janji Tuhan dalam hidup Anda! Saya sudah menunggu 2 tahun untuk merasakan tangan kuat-Nya menggendong saya. Dan saya pun akan terus menerus menunggu Tuhan lagi untuk merasakan bagaimana Tuhan Yesus kembali memeluk saya lagi, sampai kapan pun itu!

Hidup Anda akan terus berubah. Dan Anda tidak akan pernah dapat meramalkan apa yang akan terjadi selanjutnya.

Tuhan Yesus sungguh mencintai satu per satu dari Anda, betapa pun kotornya Anda, betapa pun dosa yang pernah Anda perbuat.

Tunggulah. Semua ada waktunya.

Tuhan memberkati.

Jakarta, 7 Juli 2008
Grace Silvanna Wiradjaja

* * * * *

Berkat lain yang Tuhan berikan pada saya setelah ret-ret ini, antara lain:

1. Tepat satu jam setelah acara celebration di malam terakhir, ada seorang ibu pembimbing Lampung yang meminta saya untuk memberi kesaksian di Lampung.
2. Tanggal 7 Juli 2008, dari dalam diri saya seperti ada dorongan untuk menuliskan ini. Tanggal 8 Juli 2008, tiba-tiba ada seorang teman yang baru saya kenal kemudian secara tiba-tiba menceritakan masalahnya dengan Gerejanya. Dan menurutnya kesaksian saya ini sungguh menjadi motivasi baginya untuk kembali melayani Gerejanya
3. Saya mendapat kesempatan untuk menjadi Worship Leader di Persekutuan Doa Santa Ursula (PD diadakan tanggal 21 Juli 2008). Acara tersebut sukses dan membawa beberapa orang menjadi tertarik untuk ikut ret-ret (termasuk Sr. Moekti Gondosasmito, OSU - kepala sekolah)
4. Tanggal 9 Juli 2008:
     1. Seorang guru tiba-tiba menelpon saya untuk memberi tanggung jawab penuh atas 2 (dua) buku biografi, salah satunya saya bekerja sama dengan Rm. Greg Soetomo, SJ (pemimpin redaksi Majalah Hidup)
     2. Sister Magazine meminta saya untuk bekerja di bidang humasnya dengan gaji 2 juta rupiah per bulan. Saya diminta hanya memberikan CV dan mereka juga memberi jaminan saya akan langsung diterima
     3. Jaya Suprana (pendiri MURI, musisi, termasuk orang terkaya di Indonesia) tiba-tiba menelepon saya dan meminta bantuan saya untuk bidang pelayanannya. Beliau juga mengatakan ingin membimbing dan mendukung kegiatan-kegiatan saya selama saya kuliah.

Dikirim, diceritakan dan dialami oleh : Grace Silvanna Wiradjaja

Kesaksian Ketut Sri Agustini

“Saat Saya Menerima Tuhan Yesus Secara Pribadi”



Nama saya Ni Luh Ketut Sri Agustini, saya lahir di Denpasar dan dibesarkan dilingkungan keluarga Hindu, dengan adat-istiadat kental bernuasa Bali. Satu lingkungan keluarga besar beragama Hindu tidak ada satupun yang Kristen.  Sungguh luar biasa saat Tuhan menjamah hati dan kehidupan saya, ini berawal saat saya bekerja di salah satu perusahaan swasta tepatnya di PT.Trimegah cabang Bali dimana ada beberapa teman saya yang beragama Kristen, di lingkungan kerja saya seperti kebiasaan saya di rumah, saya sangat rajin memanten (menghaturkan sesaji) disetiap sudut ruangan dan di depan komputer. Saat teman saya yang beragama Kristen menanyakan manfaat menghaturkan sesaji, terjadi Tanya jawab yang seru saya dengan bangga menjelaskan kelebihan kita sebagai umat Hindu, dimana Tanya jawab yang awalnya santai  tapi pada akhirnya  berakhir dengan perdebatan, saling membanggakan agama masing-masing.



Tapi setelah terjadi perdebatan itu saya semakin rajin memperdalam agama saya, saya mulai membeli kitab Weda, saya baca, saya bermaksud  agar bisa berdebat lagi, tapi semakin saya pelajari semakin saya tidak menemukan Tuhan, sampai suatu saat saya berpikir, katanya Tuhan itu satu, Tuhan Yang Maha Esa, tapi kenapa ada Tuhan orang Hindu, Tuhan orang Islam, Kristen, Budha dll. Satu saat saya bertanya dengan teman teman yang berbeda agama yang akhirnya pada kesimpulannya “sudahlah jangan diperdebatkan masalah agama yang pasti Tuhan itu satu Tuhan Yang Maha Esa, hanya cara kita aja yang berbeda-beda menyembahNya” titik. Saya tidak puas dengan jawaban itu saya terus memcari siapa sebenarnya Tuhan itu, Tuhan yang mana yang benar?



Didalam masa pencarian siapa Tuhan, saya memdapat suatu keajaiban, saat saya mau berangkat kerja, saya masuk ke dalam mobil tapi tiba-tiba saya merasa sangat aneh, saya merasa ada seseorang disamping saya, padahal saya hanya seorang diri, saya penasaran saya periksa ke jok belakang saya pikir jangan-jangan ada pencuri semalam yang menyelinap di mobil saya, tapi tetap saya tidak menemukan siapapun. Sampai saya di kantor, perasaan ada seseorang duduk di jok samping saya menyetir semakin terasa sampai akhirnya saya menoleh lagi ke samping dimana saya kaget, kok, dibawah jok mobil saya ada sesuatu yang bersinar apakah itu? Tanya saya dalam hati, saya mendekatkan kepala saya ke arah sinar itu dan ternyata sebuah foto berukuran 3x4, saya ambil foto itu dan saya perhatikan foto itu, dimana gambar yang ada di foto itu matanya begitu teduh langsung menusuk ke dalam hati saya, saya bertanya , Foto siapa kah ini, mataNya begitu Teduh saya merasakan kedamaian ada pada-Nya. Dan saya sama sekali tidak tahu kalo foto itu adalah foto Tuhan Yesus karena dari kecil sampai saya bekerja saya tidak pernah melihat foto Tuhan Yesus. Kemudian foto itu saya bawa masuk ke kantor saya langsung bertanya kepada teman-teman, eh saya menemukan  foto ini di jok mobil, trus teman saya langsung menjawab eh itu kan foto Tuhan Yesus, sri, oooooo ini foto Tuhan Yesus ya ….saya balik menjawab, Dan temen saya yang saya ajak berdebat itu langsung menyahut, ‘eh sri kalo Tuhan sudah memanggil dan memilih kamu, kamu tidak akan bisa lari’ dengan marah saya menjawab “Enak aja emangnya gue gak punya tuhan?? Aku juga punya tuhan tahu” saya menjawab dengan ketus dan mengeraskan hati saya. Tapi foto Tuhan Yesus tetap saya simpan setiap kali saya memandangnya saya merasa damai.



Saya semakin binggung dan lelah belajar dan mencari-cari Tuhan yang sebenarnya, sampai suatu malam saya menonton sebuah acara rohani di TV “Solusi”, dari situ akhirnya saya meniru cara berdoanya,  entah kenapa untuk pertama kalinya saya berdoa dalam nama Yesus, doa saya begini, “Tuhan Yesus, jika saya ini layak menjadi pengikutmu,tunjukan saya kebenaran,,tapi jika saya tidak layak jadi pengikutmu kembalikan saya dengan tuhan saya yang dulu agar saya tidak bermasalah dengan keluarga saya, saya lelah Tuhan’’……..Selesai mengucapkan doa itu tiba-tiba ada suatu yang mengalir dalam jiwa saya, saya merasakan suatu suka cita dan damai sekali, yang belum pernah saya rasakan, Saya merasa Tuhan Yesus hadir memenuhi jiwa saya,  saya langsung menanggis tersungkur di tempat tidur saya , saya bilang terima kasih Tuhan, Engkau telah membuka hati saya sehingga saya bisa merasakan kehadiranMu, saya tiba-tiba mengerti apa yang telah saya dengar dan perdebatkan dengan teman saya di kantor, Tuhan telah memberikan kepada saya kebenaran, menyatakan diri-Nya siapa Tuhan sesungguhnya. Saat malam itu juga secara pribadi saya menerima Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan juru selamat saya secara pribadi, hanya saya dan Tuhan yang tahu malam itu menjadi sangat indah dalam hidup saya.



Kini saya mulai mempelajari Alkitab, singkat cerita saya memberanikan mengatakan kepada teman-teman saya ingin lebih mengenal Tuhan Yesus, dan mereka sangat mendukung saya, ada yang memberi saya Alkitab, renungan harian dan cara membaca Alkitab dan renungan harian, dan Mereka bilang sebelum membaca firman Tuhan berdoalah dulu biar Roh Kudus yang memimpin kita dalam memahami firmanNya, dan saya mulai rajin membaca firman Tuhan dan setiap pagi saya selalu saat teduh bersama Tuhan, tapi saya melakukan semua itu secara sembunyi-sembunyi takut kalau oranga tua saya tahu, Alkitab saya selalu taruh di dalam tas saya, tapi pada akhirnya orang tua saya mengetahuinya mereka sangat marah sekali, bapak saya bilang begini, “kalo kamu ingin memperdalami agamamu jangan bertanya kepada orang yang beragama lain jelas mereka ga ngerti,kalo kamu mau belajar agama Hindu, kalo kamu mau ke India silakan bapak biayai kamu ke sana’’ dan ibu saya saat itu juga sangat marah…Ibu saya bilang gini “sri kalo sampai kamu pindah agama, lebih baik ibu sama bapak mati aja, ibu malu dengan keluarga besar, bapak sama ibu gagal mendidik kamu, ibu mau mati saja” mendengar itu hati saya sangat sedih sekali, dimana saya baru memulai untuk belajar lebih dekat dengan Tuhan sudah ada cobaan seperti ini, akhirnya saya bersepakat dengan orang tua saya, saya tidak akan belajar agama Kristen lagi, untuk menenangkan hati mereka. Semakin di kekang semakin diawasi, saya semakin tidak bisa berpaling dari Tuhan Yesus. Walau dengan sembunyi-sembunyi, Alkitab dan renungan saya taruh di kantor dan saya membacanya di kantor, saya juga banyak belajar dari internet, membuka situs-situs rohani, dari kaset-kaset, saya merasa Tuhan sangat membimbing saya dalam proses belajar saya, apa yang ingin saya pelajari Tuhan selalu menyediakan, apa yang ingin saya tahu dan mengerti Tuhan menjawabnya, tetap dengan sembunyi-sembunyi. Saya masih tetap ke Pura, saya masih tetap mebanten saat melakukan semua itu saya selalu minta ampun sama Tuhan, Tuhan Yesus saya melakukan semua ini hanya untuk menunjukan di depan orang tua dan keluarga saya aja, bukan berarti saya menyembah iblis atau menduakan Tuhan, kadang sesaji itu saya taruh seenaknya saja kadang jika tidak ada keluarga yang melihat saya buang sesaji itu ke tong sampah, saya terus memohon kepada  agar Tuhan memberikan saya kekuatan dan keberanian untuk berterus terang kepada orang tua dan keluarga saya. Ke Gereja pun saya sembunyi-sembunyi, alasan saya olah raga pagi, saya pakai pakaian olah raga dan sepatu olah raga, tapi dekat Gereja saya ganti sepatu dengan sandal, saya masih ingat saat ganti sepatu di jalan dekat gereja saya digonggong anjing (saya tidak ganti di gereja karena saat itu saya tidak kenal siapa-siapa di Gereja) dan saya ke Gereja memakai pakaian olah raga, saat itu saya sendiri tidak ada teman yang saya kenal di Gereja, saya berpikir, saya ke Gereja untuk mencari Tuhan dan bukan untuk memamerkan pakaian. Saya tidak peduli dengan pakaian yang saya pakai saya begitu rindu dan sungguh-sungguh ingin mengenal Tuhan, saya masuk ke gereja GKPB (Gereja Kriten Protestan di Bali) karena menurut teman kantor saya kalo GKPB banyak orang Bali nya, pendetanya aja orang Bali, banyak yang pergumulannya seperti saya. Hingga pada akhirnya saya memberanikan diri bertemu dengan pendeta di gereja itu Bpk pendeta Putu Widiarsana, hingga akhirnya kami banyak sering dan akhirnya saya ikut katekisasi. Pak pendeta memberikan saya buku katekisasi yang berjudul Jalan Keselamatan dimana buku itu persis seperti buku yang saya mimpikan, dimana saya mencari kemana-mana tidak ketemu eh akhirnya buku itu diberikan kepada saya.



Saat pelajaran dirasa cukup sama Tuhan, kini tiba saatnya Tuhan memberi saya ayat-ayat yang keras, dimana saya selalu dituntun untuk membaca ayat-ayat yang intinya, jika sesorang mau mengikuti Tuhan tapi masih menoleh ke belakang melihat orang tuanya dia tidak layak bagi Ku. Ayat itu selalu tergiang di telinga saya, kemana pun saya pergi, apapun saya lakukan Tuhan selalu mengingatkan saya, “Sri…kamu lebih memilih Aku, Tuhan mu apa orang tua mu?” suara itu selalu terngiang di telinga saya,  terlebih saat saya mebanten atau pergi ke Pura bersama keluarga saya. Hati saya semakin bergolak, menjerit, Tuhan berikan saya keberanian, berikan saya kekuatan, luaskan Roh Mu bekerja dalam hati saya, akhir nya saya semakin dikuatkan, saya harus mengambil sikap, saya harus mengambil keputusan apapun yang terjadi saya akan tetap memilih Tuhan Yesus, saya percaya Tuhan tidak akan membiarkan saya berjuang sendiri.



Pada suatu hari saya bilang kepada ibu saya,”Bu saya tidak mau mebanten lagi, saya tidak mau ke pura lagi karena saya tidak bisa berpaling dari Tuhan Yesus, saya ingin menjadi pengikutNya, saya merasa damai saat mengenal Tuhan Yesus”. Mendengar semua itu ibu saya langsung menangis, dia langsung memberitahu kakak-kakak saya dan beberapa keluarga, mereka sangat kaget sekali. Dan tanpa sepengetahuan saya, mereka pergi ke dukun untuk memutuskan ikatan saya dengan Tuhan saya, katanya dukun itu biasa menangani masalah seperti ini dan sering berhasil mengembalikan kepercayaan mereka ke Hindu lagi.



Dan menurut kakak saya, dukun itu bilang begini,’’ dukun itu melihat sinar terang di kepala saya, Yesus memang memanggil saya, tapi dukun itu bilang dia bisa memutuskan ikatan itu, dan saya disuruh ke sana minta ampun dan membawa roti dan anggur” saya kaget sekali karena saya harus pergi ke dukun itu bersama kakak,ibu dan beberapa kerabat dekat. Saya bilang kepada keluarga saya, kalo saya tidak boleh pergi ke tempat seperti itu, dalam ajaran agama Kristen kita tidak boleh pergi ke dukun, saya bilang begitu, tapi mereka bilang begini, jika dengan pergi ke dukun tapi kamu tetap tidak terpengaruh, dalam artian kami tidak bisa mempengaruhi kamu untuk kembali ke agama yang dulu, maka kamu boleh ke Gereja, mereka sangat yakin bisa mengembalikan saya ke agama saya yang dulu. Ok kalo persyaratannya begitu saya menyetujui, karena saya yakin Tuhan Yesus tidak akan membiarkan saya berjuang sendirian, karena sebelumnya saya bermimpin, saya dipaksa oleh keluarga saya untuk berdoa secara Hindu kami menaiki tangga putih dan saya bertanya kepada Tuhan, Tuhan apa yang saya harus lakukan dan Tuhan menjawab dengan Tegas, “DOA DALAM NAMU KU!!!!” dan persis seperti mimpi saya, di tempat dukun itu kami menaiki tangga yang berwarna putih ke tempat pemujaan mereka dan saya selalu ingat yang dikatakan Tuhan, Doa dalam Nama Tuhan Yesus, dalam hati saya , saya terus berdoa, Tuhan Tolong saya, Tuhan berikan kekuatan pada saya,….dan ternyata dukun itu tidak sendiri, dia bersama istrinya mengucapkan mantra-mantra, di tempat pemujaan mereka yang banyak patung-patung nya. Kami duduk berhadap-hadapan, dukun yang satunya sibuk membacakan mantra-mantra dan dukun yang satunya terus berusaha mempengaruhi saya, mereka bilang jika saya berpaling dari agama saya yang dulu saya akan celaka, keluarga saya akan hancur, saya yang akan menanggu akibatnya, mendengar itu keluarga saya yang ikut mengantar saya menangis semua, mereka ketakutan sekali, Tapi dengan jelas dan tegas saya bilang ke mereka dan ke dukun itu “ saya tetap yakin pada Tuhan yang saya sembah, Tuhan Yesus, dan jika saat ini sekali pun otak saya di operasi saya tidak akan berubah” dukun itu sangat kaget mendengarnya, dan dukun itu menjadi geram dan dia menantang saya dia bilang begini “eh sri kamu begitu yakin dengan Tuhan kamu Yesus, kalo kamu begitu yakin hadirkan Dia di sini, karena saya, kata dukun itu, saya bisa menghadirkan apa yang saya sembah, saya bisa menghadirkannya di sini kata dukun itu” mendapat tantangan dari dukun itu saya hanya menjawab, pak saya tidak perlu menguji Tuhan Yesus seperti itu, dia cukup hadir di dalam hati saya, dan saya juga ingin Tuhan Yesus menjamah hati pak dukun juga.



Singkat cerita dukun itu tidak mampu mempengaruhi saya, kami di sana sampai jam 11 malam dan akhirnya kami pulang kerumah, dan saya berpikir saatnya saya boleh ke Gereja karena saya tidak terpengaruh seperti janji kakak saya. Tapi apa yang terjadi, ibu saya tiba-tiba menangis di kamar saya, ibu saya sampai muntah-muntah. Ibu mau mati saja kalo begini jadinya kalo kamu tetap pindah agama ibu mati saja, saya sangat sedih sekali, saya diam-diam sms ke bapak pendenta agar saya dikuatkan, ibu saya terus menangis sampai pagi, semalaman kami tidak tidur dan keesokan harinya saya pagi-pagi didatangi oleh om saya, yang ingin mengingatkan saya, saya dan om terlibat perdebatan. Dengan tubuh dan pikiran yang sangat lelah hari itu saya pergi juga kekantor, dikantor saya hanya bisa menangis dan berbagi cerita dengan teman-teman seiman di kantor saya. Pada saat yang melelahkan itu saya mendapat suatu artikel dan membaca buku yang sangat menguatkan saya, yang intinya, Aku Tuhanmu akan membaptis kamu dengan api untuk memurnikan imanmu, dan saat saya telpon bapak pendeta saya beliau juga memberikan saya semangat , ingat sri, masa ini masa pra paskah penderitaan Tuhan Yesus tidak sebanding dengan penderitaan kita, penderitaan kita tidak sampai mencucurkan darah, seperti Tuhan,. Setelah diingatkan itu saya berpikir, oh iya ya…penderitaan saya tidak seberapa dibanding penderitaan Tuhan Yesus. Saya yakin Tuhan sedang membentuk saya, memurnikan iman saya.



Saat kembali kerumah, ibu saya masih saja sedih, dia selalu saja berkeluh kesah, ibu malu sekali dengan keluarga besar, ibu tidak berhasil mendidik kamu, terus saya bilang begini ke ibu saya, bu ibu telah berhasil mendidik saya, sampai sekarang saya telah bekerja, tapi masalah kepercayaan itu sangat pribadi sekali tidak bisa dipaksakan, kalo ibu malu dengan keluarga besar, kalo saya Kristen, sebaiknya saya pergi saja dari Bali, bilang ke keluarga besar kalo saya dipindah tugas kan ke luar Bali, supaya ibu tidak malu, percaya sama saya bu saya bisa mengurus diri saya sendiri dan saya percaya Tuhan akan memelihara saya. Saat saya mengambil keputusan untuk pergi dari Bali, saya bilang dalam hati, Tuhan saya siap untuk pergi, saya siap kehilangan keluarga, saya siap kehilangan pekerjaan, saya siap kehilangan semuanya asalkan saja saya bisa menjadi pengikutMu, Tekat saya begitu bulat, mantap, walaupun di sana saya menjadi pembantu rumah tangga sekalipun saya hanya makan nasi putih saja tidak jadi masalah asalkan saya tidak  sembunyi-sembunyi seperti ini, saya ingin dibaptis, saya ingin ke gereja, saya ingin menjadi saksi kemuliaan Mu tanpa harus sembunyi-sembunyi seperti ini, saya benar-benar siap.



Dan Tuhan jauh melihat ke dalam hati kita. Tuhan melihat ketulusan hati  dan kesungguhan saya. Saat akan berpamitan ke pendeta saya, beliau menyarankan saya agar tidak pergi dari Bali, alangkah bagusnya kalo saya bisa bertahan dalam situasi apapun, ibaratnya bunga mawar yang tumbuh dilumpur sekalipun namun tetap harum Kemudian pak pendetanya memberikan solusi, sri kamu  doa minta jodoh saja sama Tuhan, tapi saya bilang ke pak pendeta, dari pada doa minta jodoh lebih baik saya doa agar orang tua saya bertobat dan menerima Tuhan Yesus. Saya tidak mau mencari gampangnya menikah dengan orang Kristen untuk menjadi Kristen tapi saya memang ingin benar-benar bertobat secara pribadi bukan karena pernikahan. Pak pendetanya menjawab, “saat ini apapun yang kamu lakukan  pasti dianggap salah, kecuali saat kamu sudah nikah,kamu bisa bersaksi lewat kehidupan rumah tangga kamu, “ saya pikir-pikir bener juga kata pak pendeta, dan akan saya pertimbangkan.



Setelah menyelesaikan katekisasi, saya semakin mantap dengan keyakinan saya dan pada tanggal 8 Juni 2003 saya memberi diri saya di Baptis dihadapan Tuhan dan jemaat kristus kasih gereja GKPB, namun keluarga saya tidak ada yang tahu kalo saya sudah di Baptis. Lambat laun hubungan saya dengan ibu semakin membaik, karena ibu saya takut kalo saya pergi dari Bali. Bahkan ibu tidak pernah menyuruh saya sembahyang menurut Hindu lagi,  ibu saya berkata, seandainya saya mendapatkan jodoh orang yang beragama Kristen, beban ibu akan berkurang, ibu bisa bilang ke keluarga besar kalo saya ikut suami. Dan saya bilang ke ibu saya, kita berdoa saja Bu, Tuhan Yesus pasti akan memberikan yang terbaik buat saya, indah pada waktunya.



Akhirnya saya mulai berdoa pada Tuhan untuk meminta jodoh, “Tuhan, persiapkan hambamu ini, persiapkan calon suami yang akan Tuhan pilihkan buat saya, dimanapun dia berada dan  kalo kami sudah sama-sama siap pertemukanlah kami Tuhan, tapi kalo kami sama-sama belum siap kiranya jangan pertemukan kami dulu tapi bimbinglah dan ajari kami dulu untuk mempersiapkan diri kami masing-masing agar kami bisa membentuk rumah tangga yang Takut akan Engkau, amin”. Dan Tuhan menjawab begitu cepat, melalui bapak pendeta, kami di pertemukan di gereja, dan ternyata itu teman kuliah saya dulu, dan memang kami masing-masing lagi bergumul dengan pasangan kami masing-masing. Begitu cepatnya perkenalan ini, dan keluarga kami masing-masing sudah bisa menerima kami, bahkan dari pihak keluarga yang menyuruh agar kami cepat-cepat menikah. Dan pada bulan Agustus 2003 kami sepakat mengikuti konseling pra nikah selama 3 bulan dan akhirnya atas kehendak Tuhan kami menikah pada tanggal 6 Desember 2003 (6 bulan dari saat di Baptis)  Dan kasih Tuhan semakin kami rasakan Tuhan memberikan berkat-berkatnya yang melimpah, pada tgl 16 Juni 2005 Tuhan memberikan kami seorang Putra yang kami beri nama Alment Karunia Ardestya (Alment = Allah menyertai) dan pada tgl 10 Juli 2005 Tuhan juga memberikan kami sebuah rumah yang indah bagi kami, rumah doa bagi kami, dan persekutuan doa kami. Iman kami selalu diperbaharui oleh Tuhan dan setiap hari jumat kami selalu perkumpul dengan teman-teman di persekutuan doa kami, memuji dan memuliakan Tuhan dan mendengar firman Tuhan. Kami belajar bersama-sama, dan kami di pimpin oleh seorang hampa Tuhan, pak Max, melalui beliau kami banyak belajar tentang buah-buah doa dan rahasia-rahasia kemulian Tuhan.



Dan kini telah hampir setahun pula Tuhan telah mempercayakan saya sebagai branch manager di perusahaan tempat saya bekerja, ini pun melalui doa dan pergumulan, dimana sebelumnya tugas ini saya hindari, saya tidak mau berdoa meminta jabatan ini, karena secara manusia tugas ini terlalu berat bagi saya, mana buah hati kami Alment masih kecil yang saat itu baru lahir. Dan saya di ingatkan kembali oleh Tuhan, bahwa setiap orang punya tugasnya masing-masing, ada yang sebagai hamba Tuhan, sebagai pendoa dan ada yang sebagai pekerja, dan Tuhan memberika tugas dan tanggung jawab saya ini untuk kemuliaan Tuhan juga, Seberat apapun Tuhan dan tanggung jawab kita asalkan kita berserah kepada Tuhan, semua beban itu akan Tuhan angkat. dan saya juga diingatkan melalui pekerjaan ini agar saya juga menjadi berkat bagi orang lain, saya terus diingatkan saya bekerja bukan untuk diri saya sendiri, tapi saya bekerja mengeban tugas dan tanggung jawab dari Tuhan,  Tuhan memberkati saya agar saya juga menjadi berkat bagi orang lain.



—amin—



Terima kasih Tuhan Yesus.



“Tuhan jauh mengetahui ke dalam hati kita, Tuhan memberkati orang-orang yang hatinya tulus untuk Tuhan, hanya kita dan Tuhan yang mengetahuinya.”



GBU



Saya berharap agar kesaksian saya ini menjadi berkat bagi orang lain, amin.

Kesaksian ini saya tulis setahun yang lalu dan saat ini saya baru berani untuk mengirimkannya kepada saudara terkasih dalam Tuhan.